BG - 1
HELL! Itulah
yang dirasakan oleh seorang Alyssa Saufika Jcousin. Tapi tunggu.. jangan
menyebut Alyssa beserta entek-enteknya,
ia sungguh tidak suka. Terkecuali Alvin beserta Farida. Ia lebih suka jika
dipanggil Ify. Just Ify! Ya walaupun kata Alyssa sendiri terdengar lebih elit
apalagi dengan nama belakangnya Jcousin. Err.. Ify nyaris ingin menelan batu
berton-ton mendengar kata Jcousin.
Ify berjalan
tergesa-gesah dan mulai berhenti seketika di depan pintu ruang kerja Farida
Jcousin. Mengatur nafasnya agar terlihat lebih santai agar Farida tidak
mengetahui bahwa ia berjalan bukan selayaknya orang sempurna. Sempurna dalam artian untuk kalangan atas. Setelah dirasa
nafasnya sudah cukup santai, Ify mengetuk pintu dahulu karena untuk dikatakan sempurna pertama-tama ia harus melakukan
seperti itu sebelum memasuki ruangan apapun. Setelah terdengar sahutan dari dalam,
Ify segera menarik handle pintu secara perlahan tanpa ada suara decitan yang
mengganggu. Ify segera masuk kedalam ruangan Farida saat pintu terbuka
setengahnya. Dengan lirikan mata Ify dapat melihat Farida sedang menatapnya
intens. Seketika degupan jantung Ify naik dua oktaf. Tidak mau berlama-lama Ify
menutup pintu secara perlahan hingga tidak menimbulkan suara decitan.
“Kemarilah.”
Suara tegas yang berasal dari Farida membuat Ify melangkah mendekat dengan
senyum yang merekah.
Ify
membungkukkan tubuhnya sebentar sebagai tanda hormat lalu mulai duduk tepat di
depan Farida.
“Omma
memanggilku? Ada apa?” Ify masih memberikan senyum terbaiknya setidaknya untuk
saat ini.
Farida
memberikan dua buah kertas yang ia taruh di meja kerjanya. Ify mengeryit heran.
Dengan ragu Ify mengambil salah satu kertas yang ada di meja. Matanya menatap
lekat kertas dengan isi berlembar-lembar tentang peraturan-peraturan baru yang
sengaja dibuatkan Farida Jcousin untuknya. Ify sekali-kali melirik kearah kertas
dan Farida secara bergantian. Sial! decaknya
dalam hati.
Ify sudah
bisa menduga kertas satu lagi yang belum di sentuhnya. Kemungkinan terburuk
adalah surat perjanjian terkait dengan peraturan-peraturan yang disuguhkan
kepadanya. Tanpa sadar Ify menghela nafas pelan, meratapi nasib berada di
tengah orang-orang yang terlalu sempurna.
“Kenapa
sebanyak ini?” Ify menatap Farida lekat meminta penjelasan dari semua ini. Farida
tersenyum kecil lalu mengambil minuman disampingnya dan menyesapnya perlahan.
“Karena kamu
bagian dari Jcousin.” Farida melirik Ify yang masih menatapnya ingin tahu.
“Ada lagi
yang ingin kamu tanyakan Alyssa?” Farida menatap minuman yang dipegangnya.
Ify menghela
nafas pelan. “Bolehkah aku meminta satu hal?”
Farida
meletakkan minumannya dan bersandar di kursi yang menjadi kebanggaannya. “Tergantung.”
Ucapnya.
Ify meneguk
salivanya. “Bisakah peraturannya dikurangi? Ini terlalu berat untukku..”
Farida
menatap Ify tajam. “Tidak!”
“Omma..” Ify
sedikit merajuk. Senyumnya hilang digantikan dengan tatapan minta dikasihani.
“Alyssa!”
Ify menghela nafas pelan. Ucapan Farida benar-benar membuatnya tidak bisa
berbuat apa-apa. Dengan segala keterpaksaan hati serta untuk menjaga agar tidak
semakin membuat Farida kesal.
“Baiklah
Omma...” ucap Ify setengah hati.
Untuk yang
kesekian kalinya Ify harus menahan segala kebebasan yang mulai membuncah. Dan
menahan segala ketidaksempurnaannya untuk menjadi sempurna.
***
Langit sore
terlihat mendung. Burung-burung yang pergi untuk mencari makan kini sudah mulai
kembali ke sarangnya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore tapi Ify masih
berdiri di balkon kamarnya. Menikmati hawa dingin yang mulai terasa karena mendung
. Berkali-kali Ify terlihat menghela nafas pelan.
Suara
decitan pintu membuat Ify menoleh. Didapatinya Alvin sedang menutup pintu dan
berjalan kearahnya. Ify mengalihkan pandangannya.
“Ada apa
Kak?” ucap Ify saat Alvin sudah berada di sampingnya.
“Kamu besok
sekolah di Frencos?” Alvin menatap adiknya bertanya.
Ify
tersentak. Hari ini sepertinya menjadi hari yang sangat menyebalkan bagi Ify.
Pagi tadi selepasnya dari ruangan Farida, Ify mulai membiasakan hidupnya diatur
dibawah kekuasaan orang-orang sempurna. Dan kini sepertinya Ify harus bisa
menerima lagi hidupnya diatur. Ify menghela nafas pelan.
“Jadi Omma
sudah mengurus kepindahanku ke Frencos?” Ify bergumam pelan. “Bahkan aku belum
sempat pamit di sekolahku yang lama di Higo School.”
Ify berbalik
badan dan bersandar di balkon kamarnya. Ify melirik Alvin yang tengah
menatapnya. “Aku capek Kak..” Ify berujar pelan lalu memejamkan matanya.
Alvin
menghela nafas pelan. Tangannya mengusap rambut lurus Ify dan sesekali di
kecupnya puncak kepala Ify.
“Kakak tau
kok. Kamu tenang aja ada kakak disini. Kita hadapi bareng-bareng dan Omma
ngelakuin itu karena sayang sama kita.” Alvin menarik Ify ke dekapannya. Sekali
lagi di kecupnya puncak kepala Ify dengan rasa sayang.
“Aku ngerti
karena kita adalah penerus Jcousin..” Ify berujar pelan dan sangan pelan di
kata Jcousin. Alvin dapat
mendengarnya terlebih di kata terakhir yang Ify ucapkan karena pada dasarnya
Alvin mengerti bahwa Ify tidak menyukai kata sempurna.
Kakak sayang sama kamu karena kamu adik
kakak satu-satunya..
***
Ify
terbangun dari tidurnya saat sebuah cahaya masuk dari jendela kamarnya. Ify
mengusap-usap matanya sambil menguap lebar. Rasa kantuknya masih menahannya
untuk berdiam diri di tempat tidur. Tapi itu nggak berlangsung lama saat
dirasakannya sebuah tangan menutup mulutnya yang terbuka lebar. Dilihatnya
Alvin yang sedang menutup mulutnya.
“Kak Alvin
kenapa disini? Pakai acara nutup mulut aku segala.” Ify berdecak kesal sambil
menurunkan tangan Alvin dari mulutnya.
“Dasar bau!
Mandi dulu sana kalau ketahuan Omma celaka nanti. Abis itu siap-siap kamu kan
sekarang satu sekolah sama kakak.” Avin mengacak pelan rambut Ify.
“Sekarang?
Masih ngantuk aku kak Alvin.” Ify mengerucut sebal sambil terus mengusapkan
matanya agar terbuka sempurna. Dilihatnya Alvin menatapnya dingin.
“Iya deh.
Aku siap-siap sekarang nih.” Alvin tersenyum dan mengacak rambut Ify sekali
lagi.
“Yaudah
kakak tunggu di bawah ya!” Ify mengacungkan ibu jarinya lalu bersiap-siap
menuju kamar mandi.
Hari baru
telah tiba dimana hidupnya akan diatur oleh sang penguasa sempurna. Hari terberat yang mulai dijalaninya sudah di depan mata.
Doakan saja semoga Ify bisa melalui hari-hari terberatnya.
***
Farida
melirik kearah Alvin yang turun dari kamar Ify. Ditariknya kursi besar yang
cuma satu-satunya di ruang makan lalu di dudukinya.
“Pagi Omma.”
Ucap Alvin setelah sampai dihadapan Farida. Dengan segera Alvin menarik
kursinya di samping Farida lantas mendudukinya.
Farida
mengangguk sebentar. “Alyssa mana?”
“Dikamar
Omma.” Alvin mengambil roti tawar dihadapannya lalu mengolesinya dengan selai
rasberry. Setelah dirasa cukup, Alvin mulai mengambil satu lagi roti tawar
sebagai penutup selai rasberrynya.
“Makannya
nanti Alvin. Tunggu Alyssa dulu.” Alvin mengkerut. Menatap nanar roti di
hadapannya yang sudah membuat tingkat rasa mencicipinya meningkat. Roti dengan selai rasberry hm..
Dengan wajah
ditekuk Alvin mulai menarik nafas dalam-dalam mempersiapkan teriakannya nanti
dapat membuat Ify kejang-kejang. “ALYSSA BURU!! KAKAK LAPER TAU!! ALYSSA!!!”
Farida tida
memperdulikan teriakan Alvin yang sangat tidak enak di dengar. Matanya teralih
pada Ify yang sedang menuruni tangga sambil membenarkan blazer abu-abunya.
Alvin menghela nafas pelan saat melihat Ify yang sedang berjalan kearahnya.
“Morning
Omma.” Sambut Ify halus dan kemudian duduk berhadapan dengan Alvin.
“Cepat
kali.” Sindir Alvin.
“Hehe. Maaf
ya kak Alvin.” Ify terkekeh pelan sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari
tengahnya.
“Pulang
sekolah kamu bisa mulai bekerja di perusahaan. Jangan telat karena seorang
penerus harus tepat waktu dan bertanggung jawab.” Farida menatap Ify datar.
Ify
mengangguk sebentar dan diliriknya Alvin yang menatapnya penuh tanya apa yang
dikatakan oleh Farida.
“Karena
semuda sudah lengkap kalian boleh makan sekarang.” Lanjut Farida.
Suasana
makan kali ini diliputi rasa hening karena tidak ada yang mulai pembicaraan
baik Alvin maupun Ify. Alasannya hanya satu, tidak mau membuat Farida marah.
***
Ify sibuk
mencatat serta mendengarkan pelajaran Bahasa Jerman. Setelah tadi perkenalan
yang bisa dibilang sucuk singkat hanya mengutarakan nama -tanpa embel-embel
dibelakangnya- serta pindahan dari mana. Kini kelas X-Azmo, kelas yang dihuni
oleh Ify sendiri seketika kalang kabut saat Frau Lia memberikan ulangan
mendadak.
Ify menatap
malas ketika lembar soal ulangan sampai ditangannya. Lima lembar soal bolak
balik ditambah adanya soal essay di papan tulis. Sungguh hari pertama masuk
yang bisa dibilang super duper malas mengingat setelah pulang sekolah ia harus
segera menjalani hari pertamanya di dunia luar sebagai orang sempurna. Sungguh melelahkan pastinya.
“Semangat
Ify semangat!” ucapnya dalam hati.
Ify
mengalihkan pandangannya. Mulai menatap teman-teman kelasnya. Ketika yang lain
sudah bertaruh pikiran dan menguras tenaga mengerjakan ulangan kali ini tapi
Ify hanya menyibukkan diri dengan mencorat coret tidak jelas di belakang
bukunya. Hingga sebuah colekan dari sampingnya membuat Ify teralih dan menatap
teman sebangkunya.
“Ada apa?”
Ify mengeryit heran melihat teman sebangkunya yang sesekali melihat Frau Lia agar
tidak ketahuan mengobrol saat ulangan.
“Lo nggak
ngerjain? Tinggal lima menit lagi tau! Mana susah-susah lagi soalnya.”
Tanyanya.
“Hehe ini
mau ngerjain.” Ify terkekeh pelan dan mulai berkutat dengan soal-soal
dihadapannya.
Waktu terus
berjalan dan ketika bel berdering tanda istirahat dan juga sebagai tanda bahwa
ulangan hari ini harus segera dikumpulkan baik yang suda di isi maupun tidak. Ify
mmengumpulkan palig terakhir soal beserta jawaban miliknya dan langsung
melenggang ke luar menuju kantin tempat Alvin berada.
Ify berjalan
santai namun semua mata mengarah padanya. Adanya ketertarikan yang mencuat tak
terbatas yang membuat semua mata terarah padanya. Ify tidak memperdulikan
pandangan siswa siswi yang bergilir menatapnya walaupun sejujurnya ia sendiri
tampak risih.
Alvin
terlihat di ujung kantin menyesap minumannya sambil memainkan handphonenya. Ify
segera mempercepat langkahnya menuju Alvin yang terlihat duduk sendiri.
“Kak Alvin.”
Sapanya saat sudah dihadapan Alvin dan memposisikan duduknya tepat dihadapan
Alvin.
Alvin
menatap Ify lalu tersenyum. “Mau pesan?” tawarnya.
“Kakak yang
pesenin ya! Hehe.” Ify terkekeh kecil sambil mengatupkan kedua tangannya di
depan dada.
“Oke. Kayak
biasa kan?” Ify mengangguk kecil dantersenyum. Alvins ontak tertawa pelan dan
tak lupa kebiasaan dari kecil yaitu mengusap lembut puncak kepala Ifypun
dilakukannya.
Kehadiran
Ify sebagai anak baru dan kedeketannya dengan Alvin yang dikenal sebagai
seorang dari salah satu pewaris keluarga Jcousin membuat semakin adanya
ketertarikan yang mencuat dalam diri Ify. Menatapnya ingin tahu dengan sudut
pandang yang berbeda serta pendapat-pendapat yang keluar begitu saja.
Alvin
membawa nampan kecil berisi bubur ayam beserta air putih dan dua bungkus yupi. Diletakkannya
di hadapan Ify dan kemudian Alvin segera duduk ditempatnya kembali.
“Thanks
kakak. Lope lopee dah pokoknya haha.” Ify tertawa pelan menatap Ify sedangkan
Alvin hanya tersenyum kecil.
“Baru tahu
disini ada bubur ayam. Bukannya ini khusus kantin yang menyediakan
makanan-makanan elit? Hmm.” Ify bergumam kecil sambil menyantap makannya.
“Emang nggak
ada.” Alvin menatap Ify yang terlihat bingung sendiri. “Tadi kakak mintaBu
Darsih, juru masak yang ada dikantin supaya buatin bubur ayam kesukaan kamu
itu.” Alvin menjawil hidung Ify yang mancung sambil tersenyum pelan.
Ify
mengangguk paham lalu dilanjutkan lagi santapannya. Sesekali menegak
minumannya. Dan ketika santapannya habis, Ify membuka bungkus yupi lalu
mengecapnya pelan. Menikmati rasa yang keluar ketika di kecap lama baru
dikunyahnya pelan. Begitu seterusnya. Aneh memang tapi sensasi ketika mengecap
rasa yupi yang keluar di mulut membuat ingin terus menerus mengecapnya sebelum
dikunyah.
Begitu pula
dengan Alvin. Sesasi hatinya yang tersa membaur dengan euphoria saat menikmati Ify
yang begitu lucu dimatanya memakan yupi. Alvin selalu menikmati saat-saat
seperti ini. Kenapa adiknya sangat begitu lucu dimatanya? Melihat gerakan-gerakan
serta letupan kegembiraan Ify saja dapat membuatnya ingin menebar senyum
dimana-mana.
“Kak Alvin,
aku mau tanya.” Suara Ify menyadarkan lamunannya. Alvin melipat tangannya di
meja dan menatap Ify.
“Apa?” tanya
Alvin.
Ify
menggendikan bahunya. “Kok rasanya semua mata memandang ke arah kakak dan aku
sih? Risih sumpah kak.” Ify bergedik lucu.
Alvin
menganggukkan kepalanya. “Ya sebuah ketersengajaan yang dibuat Omma hingga
akhirnya yaa gini deh. Ngerti akn maksud kakak?”
Ify
tersentak. “Serius? Bentar lagi aku kena kayaknya..”
“Ya nggak
tahu deh. Kadang Omma susah ditebak biasanya kalau udah pas waktunya ya kamu
bisa kayak kakak.” Alvin menghela nafas pelan. “Risih sih awalnya tapi
kesini-sini jadi terbiasa. Gausah di peduliin cantik tapi kayaknya tanpa Omma
ngelakuin itu kamu udah jadi daya tarik semua orang deh cantik.” Alvin
menggerling matanya ke ara Ify.
“Apaan sih
kak.” Rengutan kesal keluar dari nada yang ditelontarkan Ify namun setelah itu
mereka berdua tertawa. Tertawa sama-sama yang tanpa sadar menelusup ke hati
masing-masing. Saling merindukan dan saling mensyukuri mempunyai saudara yang
bersama-sama saling melindungi satu sama lain.
Memecahkan
keaadaan yang hening dikantin dan tanpa terasa membuat orang-orang yang
memandangnya ingin tersenyum ikut merasakan kebahagiaan yang keluar dari tawa
keduanya tanpa harus ikut terjun langsung percakapan kedua orang itu.
Dan entah
disadari atau tidak Ify mulai menyusul Alvin yang menjadi objek perbincangan di
sekolah mereka. Tanpa harus membuat Farida turun tangan untuk menunjukan
siapakah sebenarnya Ify karena tanpa itu semua Ify -entah disadari atau tidak-
telah menunjukan ke semuanya. Bahwa inilah dirinya yang selalu membuat
ketertarikan orang-orang yang menatapnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Enjoy your comment! :)