BG
- 2
Gadis
itu masih sibuk mempelajari beberapa berkas yang baru di terimanya. Dahinya
mengkerut melihat rentetan kalimat dan tentunya angka-angka yang tertera
disana. ponsel yang terus bergetar menandakan adanya telepon membuat
perhatiannya teralih dari berkas itu. Diangkatnya telepon tersebut. Setelah
melakukan sedikit perbincangan, gadis itu keluar dari ruangannya.
Ify.
Nama pemilik gadis itu kini berjalan melewati para pegawainya yang sibuk
bekerja untuk menghabiskan waktunya mencari kebutuhan demi kelangsungan
hidupnya. Sesekali panggilan namanya sebagai tanda penghormatan terdengar di
setiap bilik yang terpasang di ruang kerja para pegawai untuk membedakan fokus
pekerjaan yang di kerjakan. Ify hanya menanggapinya dengan tersenyum ramah.
Beberapa
saat yang lalu Farida meminta dirinya untuk segera ke ruangannya. Dan kini Ify
berhenti di depan ruang Farida. Mengetuk pelan pintu yang terhalang di
hadapannya. Setelah terdengar persetujuan untuk memasuki ruangannya, barulah
dibukanya pintu itu. Ify segera masuk ke dalam setelah sebelumnya menutup pintu
tersebut.
Farida
bangun dari duduknya dan mengambil jas kebanggaannya dari lemari yang di
sediakan di ujung ruangan. Ify terpaku di tempatnya dan melihat bingung ke arah
Farida. Bukannya tadi Farida menyuruhnya datang tapi kenapa rasanya Farida
ingin pergi keluar? Lantas kenapa menyuruhnya datang kalau begitu? Pikiran Ify
berkecamuk menjadi satu tapi tidak ada satu lontaran pertanyaan pun di
ajukannya.
“Rapikan
pakaianmu Alyssa.” Ify tersadar dari lamunannya. Dan kemudian memandang dirinya
sendiri. Kemeja kantor serta jasnya memang berantakan sedikit.
“Aku
permisi dulu Omma.”
Dengan
segera Ify keluar dari ruangan Farida untuk membenarkan pakaiannya. Sebelum
tangan Ify tergapai untuk menarik pintu, Farida mengingatkannya lagi untuk segera kembali
dengan membawa berkas-berkas yang di pelajarinya tadi. Walau sedikit bingung, Ify tetap mengangguk
patuh dan kembali menuju ruangannya.
***
Suasana
ramai terjalin di ruang presentasi beserta ruang meeting yang menjadi satu.
Hanya Ify yang berusaha menjelaskan apa yang ia tadi pelajari pada
berkas-berkas di ruangannya. Sesekali tanya jawab bergilir dari satu pihak ke
pihak lain karena rapat kali ini untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan
Apard Tco untuk memajukan dunia industri di tanah air.
Tadi
sewaktu dirinya kembali lagi menuju ruangan Farida dengan pakaian yang sudah
rapi serta berkas yang ada ditangannya, Farida mengajaknya menuju ruang rapat.
Walau sedikit terkejut dengan penuturan Farida, Ify berusaha menyikapinya
dengan tenang. Ify harus terbiasa dengan ajakan Farida yang mendadak. Dan
disinilah dirinya. Berbagi berbagai pendapat untuk memperoleh keuntungan kedua
belah pihak dan bagaimana bisa mencapai kesepakatan diantara kedua belah pihak.
Farida
menatap Ify kagum secara tersirat. Tidak menunjukan sama sekali rasa kekaguman
itu. Baru tadi Ify di berikan tugas mempelajari berkas-berkas yang baru datang
dan hari itu juga ada rapat mendadak yang membahas berkas tersebut. Walau
awalnya ada sedikit nada gugup yang terdengar dari Ify namun dengan cepat pula
rasa terbiasa menghampirinya. Farida bisa melihat itu dari diri Ify.
“Baiklah
rapat kali ini kita akhiri.” Ucap Ify dengan senyum mengembang. Dan tanpa
disuruh semua orang yang ada di ruangan ini berdiri.
“Semoga
kita bisa menjalin kerja sama yang baik. Dan sukses buat keberhasilan kita.”
Ify mengulurkan tangannya. Direktur utama perusahaan Apard Tco menyambut dengan
senang hari jabatan tangan itu. Semua tersenyum termasuk Farida dan tepukan
tangan tanda menjalin kerja sama terdengar di ruang ini.
Akhirnya
setelah pihak dari Apard Tco pulang dan semua rapat yang hadir telah meneruskan
kembali pekerjaannya. Ify baru menuju ruangannya berdampingan dengan Farida.
Jam
sudah menunjukan pukul sepuluh malam ketika Ify sampai di ruangannya. Ify duduk
di sofa dan memjamkan matanya berusaha mengistirahatkan pikirannya.
Ketukan
di pintu membuat Ify tersadar. Dengan segera Ify menyuruhnya masuk. Alvin
terlihat di ujung pintu dan segera menghampiri Ify.
Ify
mengeryit heran. “Kakak kok disini?”
Alvin
duduk di sofa bersama Ify. Pakaiannya terlihat casual hanya celana jin serta
kemeja biru dibalut dengan jaketnya. Alvin menyerahkan beberapa map penting ke
arah Ify. Ify membenarkan duduknya dan mengambil map dari Alvin.
“Tadi
Omma nyuruh kakak buat ngambil map itu di ruang kerjanya. Terus di suruh kesini
buat nyerahin ke kamu deh.” Alvin berdiri dari duduknya. Mengambil air minum di
kulkas kecil yang terlihat di sudut ruangan.
Ify
mengangguk kecil dan mulai membuka satu persatu map itu. Kebanyakan isinya
penawaran untuk penanaman modal dan beberapa saham di perusahaan-perusahaan
kecil.
“Terus
kenapa di kasih ke aku?” Ify menatap Alvin yang duduk kembali di sofa.
Alvin
menyesap cappucino dingin yang tadi di ambilnya. “Ini kasusnya sama waktu kakak
ada di posisi kamu dulu. Kamu tinggal pelajari yang ada di map itu dan kamu
tinggal pilih perusahaan mana yang akan kamu tanamkan modal dan sahamnya.”
“Aku
ngerti sekarang. Makasih kakaku yang jelek.” Ify menjulurkan lidahnya dan
tertawa pelan. Alvin hanya menanggapinya dengan santai serta tak lupa senyuman
kecil menyertainya.
Ify
menguncir rambutnya asal-asalan. Lalu mulai mempelajari satu persatu map. Alvin
beranjak dari tempatnya ketika dilihatnya Ify yang mulai serius dengan
pekerjaannya. Dilangkahkan kakinya menuju dispenser samping kulkas kecil tadi.
Alvin tertawa pelan saat mengambil gelas ketika menyadari bahwa semua gelas
yang ada di sana berstempel gambar sticht. Alvin segera menuangkan di gelas
yang tadi ia ambil.
Alvin
menyerahkan segelas air putih ke arah Ify. Ify pun menerimanya dan menegak
minuman itu hingga tinggal setengah. Tiba-tiba Ify menepuk keningnya.
Diletakannya gelas itu ke meja dan Ify segera mengambil tas sekolahnya yang
tadi ia simpan samping meja kerjanya. Ify mengeluarkan beberapa buku dan alat
tulisnya.
Alvin
menatap Ify heran. “Kenapa Fy?”
“Lupa
ngerjain tugas buat besok. Hehe.” Ify segera meletakkan semua yang berkaitan
dengan tugas besok di meja kerjanya.
Alvin
terlihat geleng-geleng kepala dan tersenyum tipis. “Tugas Apa?”
“Fisika.”
Alvin
lalu mendekati Ify yang terlihat serius mengerjakan tugasnya. “Yaudah sini
kakak bantuin.”
Ify
tersenyum ke arah Alvin lalu mengangguk cepat. “Wah akhirnya ada penyelamat
dari kutub utara! Penyelamat penghuni Indonesia.” Ify tertawa membuat otot-otot
sekitar mulutnya mengembang, membentuk seringai lucu.
Alvin
dengan sigap tanpa pandang bulu langsung menoyor kepala Ify. Membuat keduanya
tertawa bersama-sama. Hari sudah menjelang tengah malam, mereka berdua berusaha
saling membantu memecahkan soal-soal Fisika di hadapannya. Hingga setelah
pekerjaan tugas Ify selesai mereka langsung terlelap. Tidak peduli di mana
tempat mereka berada sekarang.
***
Ify
sudah terlihat rapih pagi-pagi sekali. Pakaian santai terbalut di tubuhnya. Tak
lupa dengan handuk kecil yang tersampir di pundaknya. Disambarnya iPod yang ada
di meja dan langsung keluar dari kamar.
Farida
terlihat sedang membaca majalah di ruang tamu. Ify segera menuruni tangga
dengan buru-buru.
“Mau
kemana?” Farida menatap Ify sekilas lalu kembali lagi membaca majalah yang di
tangannya.
Ify
tersenyum kecil. “Jogging Omma. Ngitarin komplek doang kok.”
Farida
mengangguk pelan. Ify yang menangkap sinyal di perbolehkan keluar langsung
melesat sebelum Farida berubah pikiran.
Ify
berlari-lari kecil dengan earphone yang menggantung di telinganya. Langkahnya
terhenti ketika melihat sebuah lapangan kecil di ujung kompleknya. Ify
tersenyum dan segera melangkahkan kakinya menuju lapangan itu.
Ify
dapat melihat dari jauh seseorang sedang memainkan bola basket. Senyumnya
merekah membuat Ify mengeryit heran. Senyuman itu mengingatkan dirinya dengan
sahabatnya di Higo School. Dan ketika Ify berjalan lebih dekat perasaan yang
dulu menyelinap diam-diam, menggetarkan seluruh tubuhnya terutama hatinya
muncul kembali.
“Gabriel..”
Seketika
Ify merasa dunianya hidup. Sosok sahabat yang begitu ia rindukan setelah
beberapa hari terakhir tidak pernah ketemu dan juga sosok yang menggetarkan
jiwa Ify. Dunianya hidup karena Gabriel. Ya hanya sosok itu yang dapat
membangkitkan hidup Ify.
Gabriel
yang merasa namanya dipanggil langsung membalikkan badannya. Gabriel dapat
melihat Ify berdiri tidak jauh di hadapannya. Gabriel melemparkan asal bola
basketnya dan berlari menuju Ify.
“Hey
cantik!” ucapnya ketika sampai di hadapan Ify. Mengacak rambut Ify.
Ify
tersenyum. “Hey!”
Gabriel
membawa Ify duduk di pinggir lapangan. Diambilnya sapu tangan dan botol minum
lalu di serahkannya ke Ify. Ify pun menerimanya.
“Perlu
dibantuin?” Gabriel menggoda Ify dengan sekali-kali menjawil dagu Ify.
“Apaan
sih..” sungut Ify.
Gabriel
tertawa pelan dan langsung mengambil ahli sapu tangannya. Diusapkannya ke wajah
Ify yang berkeringat. Tangannya berhenti mengusap wajah Ify. Ify mengeryit
heran menatap pemuda di depannya.
Ify
terpaku ketika Gabriel mendekatkan dirinya. Dan ketika semakin dekat Ify
berusaha menahan detak jantungnya. Hembusan nafas Gabriel menerpa wajah Ify.
Ify sekali lagi harus menahan detak jantungnya yang di batas ambang normal
ketika melihat wajah Gabriel sedekat ini.
Ketika
Ify mulai memejamkan matanya, Gabriel meringsut mundur. Ify membuka matanya dan
dilihatnya Gabriel yang sedang menahan tawa. Tanpa sadar Ify menghela nafas
pelan. Dia belum siap kalau untuk itu dengan pemuda di hadapannya ini.
Ify
hanya menatap Gabriel dalam diam. Merekam seluruh gerak-gerik Gabriel dalam
ingatannya. Sungguh memukau dan menggetarkan hati. Hanya pemuda ini yang dapat
menggetarkan jiwanya. Hanya Gabriel, Gabriel, dan Gabriel.
Nama
itu tersimpan jelas di hati Ify. Memasang tameng agar nama Gabriel tidak
tergantikan dengan yang lain. Ify ingin seperti di sinetron yang selalu merasa
bahagia, merasa waktunya terhenti saat ini. Tapi kenyataannya sekarang Gabriel
sudah bersama Sivia. Teman kecil yang juga berstatus sebagai pelajar di Higo.
“Lo
nggak sama Sivia?” Ify masih menatap Gabriel.
Gabriel
meredakan tawanya sebentar. “Sivia lagi beli minuman entaran kesini lagi kok.”
Ify
menganggukkan kepalanya dan merebahkan dtubuhnya di pinggir lapangan. Tidak
peduli dengan tanah yang akan menempel di bajunya. Ify menatap langit pagi yang
cerah. Bayang-bayang Farida yang menyuruhnya menjadi sempurna dan juga
bayang-bayang Gabriel serta Sivia di Higo dulu terlintas di benaknya.
Gabriel
terdiam menatap Ify. “Lo.. marah Fy?”
“Nggak
kok.” Ify tersenyum.
“Maafin
yang tadi yah..” Gabriel menatap lembut Ify. Tangannya tergerak merapikan poni
Ify yang berjatuhan.
Ify
meyingkirkan tangan Gabriel. “Iyaa Gabriel.”
Gabriel
mengangguk dan mulai merebahkan tubuhnya mengikuti Ify. Sesaat kemudian Sivia
muncul dengan beberapa cemilan dan air minum. Gabriel langsung merubah
posisinya menjadi duduk di ikuti dengan Ify.
“Hey
Vi. Hehe.” Ucap Ify ketika Sivia sampai di hadapannya.
Sivia
langsung menyerahkan bawaannya ke Gabriel dan duduk di depan Ify. Dengan sadis,
Sivia menoyor kepala Ify.
“Eh
bocah jelek! Kemana aja? Gila nggak ada kabar beberapa hari terakhir ini.”
Sivia merengut sebal sambil menggembungkan pipinya ke arah Ify. Gabriel
langsung mencubit pipi Sivia yang menjadi sasaran empuknya.
Ify
sesaat terdiam melihat Sivia yang malu-malu saat Gabriel mencubit pipinya. Ify
buru-buru tertawa walau terdengar hambar.
“Biasa
kali Vi. Haha”
Sivia
mendelik tajam ke arah Ify dan melepaskan tangan Gabriel di pipinya. “Kemana?”
Ify
menghela nafas pelan. “Gue pindah di Frencos.”
-0-0-0-0-0
Gak
tau ini feelnya dapet apa engga -_- soalnya aku sendiri ga berasa feelnya -_-v
Butuh
komentar juga apa adanya gak papa kok .-. sebagai tolak ukur sejauh mana bisa
bikin orang tertarik dengan apa yang aku buat ._.
Thanks
yang udah like+komen ;) Part selanjutnya lagi pankapan di posnya ._.v
Tag?
Monggo sok komen minta ditag nanti aku tagin ;)
0 komentar:
Posting Komentar
Enjoy your comment! :)