20/06/12

End [2A]


Gemuruh hujan masih terdengar jelas di dalam rumah Ify. Menunggu Gabriel adalah hal yang paling membosankan semasa hidupnya. Dengan kesal, Ify mulai membuka pintu rumahnya. Menunggu diluar lebih baik dari pada menunggu di dalam, pikirnya.
               
Ify bersender pada dinding sambil sesekali mengeratkan sweater yang melekat pada tubuhnya. Cuaca hari ini sangat tidak mendukung apalagi dengan Ify yang mempunyai alergi dingin. Sebuah mobil berhenti tepat didepan Ify. Gabriel keluar dengan segera menghampiri Ify.
                
“Maaf Fy, gue telat.” Perasaan bersalah menyelimuti Gabriel saat melihat Ify sesekali mengeratkan sweaternya.
               
Ify mengangguk pelan, “Bentar. Ada yang ketinggalan.”
              
Ify mulai berlari kecil memasuki dalam rumahnya tanpa menuggu persetujuan Gabriel. Namun beberapa menit kemudian Ify mulai keluar dan menutup pintu rumahnya. Ia segera membuka pintu depan mobil Gabriel lalu memasukinya. Gabriel sendiri mengeryit heran lalu mulai berjalan menuju arah kemudi mobilnya dan mulai menjalankan mobilnya.


***

               
Rio mulai berjalan menuju ruang kelas barunya. Sesekali tersenyum ramah saat ada yang menyapa dirinya. Walau baru menginjakan kaki pertama kali di Vinter, Rio sendiri sudah memasuki gelar sebagai ‘orang-orang yang tidak boleh terlewatkan’. Rio dikenal sebagai pemuda berbakat saat berada di Korea dan beritanya sudah tersebar di Eropa dan Asia termasuk Indonesia sendiri.
               
Rio tersenyum penuh makna, ‘Dengan begini akan memudahkan gue untuk melacak keberadaan Ata. Dan Agen-S0B tidak akan bisa semudah itu untuk mencari keberadaan Ata karena gue udah memasang schovate di setiap kunci akses siswa.’
                
Langkahnya terhenti di sebuah pintu kelas. Dia dongakkan kepalanya menatap ruang kelas barunya, XI IPA 1. Rio memasukkan kedua tangannya pada saku celana dan mulai melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kelas. Mendadak suasana hening tercipta dan semua mata tertuju padanya. Sesaat Rio berhenti dan mengeryit heran lalu mulai melanjutkan lagi langkahnya yang sempat tertunda.
                
Dan suasana yang hening langsung terdengar kasak kusuk tentang hadirnya Rio dikelas ini. Rio hanya tersenyum kecil saat semua mata masih tertuju padanya. Dipasangkannya headshet pada kedua telinga agar kasak kusuk yang terdengar tidak lagi menjadi sebuah gangguan ditelinganya.
                
‘Yeongwonhi idaero jamdeulgil baraedo yeojeonhi geunyeoro ggaeeonado dasineun ggumguji angireul baraedo oneuldo geunyeoro naneun jami deulsuga isseo..’
                
Rio sendiri sudah mulai larut dalam lagu-lagu karya Super Junior dengan sesekali mengetukan jarinya di atas meja sesuai dengan irama nada yang didengarkannya.

***
                
Gabriel mendesah pelan melihat jalanan yang macet parah. Diliriknya Ify yang tengah memejamkan matanya. Deru nafas tidak beraturan yang terdengar samar-samar di telinga Gabriel membuat ia semakin yakin bahwa Ify menggigil kedinginan. Diaturnya suhu AC mobil agar tidak menambah dingin yang tercipta untuk Ify.
                
Disambarnya handphone di dashboard mobil dan mulai mencari kontak Papanya.
               
“Pah sepetinya aku dan Ify akan telat. Bisa tolong hubungi kepala sekolah? Disini macet parah. Aku tidak yakin bisa tepat waktu untuk sampai disana.”
                
“Baiklah. Jaga Ify cuaca lagi tidak mendukung bisa bahaya kalau alerginya tiba-tiba kambuh begitu saja.”
               
“Baik Pah.”
                
Gabriel mematikan sambungan teleponnya. Menaruh kembali handphonenya di dashboard mobil. Matanya sesekali melirik ke arah Ify. Tangannya tergerak untuk mengusap puncak kepala Ify.
                
Jalananpun sudah mulai melonggar, Gabriel segera menjalankan lagi mobilnya menuju Vinternasional Senior High School.

***
               
Hujan sudah berhenti sejak setengah jam yang lalu. Ify turun dari mobil diikuti oleh Gabriel. Ditatapnya gerbang masuk Vinter dengan tangan kirinya yang menenteng sebuah tas kecil berbentuk segi empat.
                
Gabriel menahan lengan Ify sehingga membuatnya berhenti secara tiba-tiba saat ingin melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam.
                
“Nama lo berubah jadi Fika Sauflyssa dan nama gue menjadi Steve Elnik. Selama berada di lingkungan sekolah kita tetap memakai nama samaran karena Perusahaan H-Corp sudah menurunkan salah-satu Agennya untuk menjaga Ata Cilla. Bisa bahaya kalau sampai ketahuan.”
                
Ify mengangguk pelan. Energinya sudah terkuras semalam memikirkan berbagai cara untuk melacak keberadaan Ata ditambah lagi cuaca yang tidak bersahabat membuat Ify harus menyimpan energi yang tersisa agar tidak terbuang begitu saja.
                
Gabriel tersenyum. Lalu mulai berjalan duluan terlebih dahulu untuk mencari ruang kepala sekolah dan diikuti oleh Ify dibelakangnya.

***
                
“Fika Sauflyssa. Senang berkenalan dengan kalian.”
                
Ify menatap teman-teman yang ada dihadapannya dengan senyumannya. Kasak kusuk terus terdengar dari saat Ify mulai memasuki kelas X-1.
                
Ify menatap Bu Ira yang berada di samping kirinya, “Bolehkah saya duduk?”
               
“Oh ya tentu! Sivia tolong ajukan tanganmu. Fika kamu duduk bersama Sivia.” Ify mengangguk pelan lalu mulai berjalan menuju arah Sivia yang tadi sempat mengajukan tangannya.
                
Semua anak-anak masih mengikuti arah pandang Ify yang sedang berjalan menuju bangku Sivia. Merasa ada yang aneh, Ify berhenti sebentar lalu sedikit membalikan badan menatap teman-temannya.
                
“Apa ada yang salah?” Ify berbicara lantang. Hal ini semakin membuatnya merasa lelah karena terus diperhatikan sedari tadi.
                
Semua siswa X-1 serentak menggelang lalu mulai melanjutkan tugas yang sempat diberikan Bu Ira saat Ify belum memasuki kelas. Bu Ira pun hanya tersenyum kecil melihat anak-anak didiknya yang masih sedikit terpanah karena kedatangan murid baru di kelasnya.
               
Ify mendudukan diri lalu mengambil beberapa buku tulis dan alat tulis yang berada di dalam tas miliknya.
               
“Em.. Halo gue Sivia.” Sivia mengulurkan tangannya sambil tersenyum.
                
“If.. Em Fika maksudnya.” Ify menyambut uluran tangan Sivia lalu tersenyum kikuk. Sivia hanya mengangguk perlahan.
               
Ify hanya menghela nafas pelan. Ia berharap untuk dapat segera menemukan Ata agar dia bisa bebas melakukan apa saja tanpa dibawah pengawasa U-Corp, perusahaan milik keluarganya.

***
                
Rio masih menikmati alunan lagu yang keluar dari headshetnya. Dengan segera ia mengambil laptop di dalam tasnya. Memanfaatkan waktu yang ada selagi jam kosong untuk melacak keberadaan Ata Cilla di Vinter.
                
Rio merasakan ada seseorang yang duduk disampingnya. Dengan segera ia menoleh kearah samping kanannya dan mengambil headshet yang menjuntai di telinga kanannya.
                
“Lo siapa?” Gabriel menoleh kearah Rio lalu mengeryit heran.
                
“Gue Steve. Steve Elnik.”
               
“Anak baru ya?” Gabriel memandang heran orang yang didepannya ini.
               
 “Apakah perkenalan tentang gue tadi didepan kurang jelas? Sehingga lo masih nanya lagi?” Gabriel berdecak.
                
“Em.. sorry. Tadi gue lagi pakai headshet dan kurang memperhatikan sekitar.” Rio menggaruk tengkuknya asal.
                
Gabriel hanya memandang Rio sebentar lalu memusatkan kembali pada layar iPadnya.
                
“Gue Rio.”
               
Gabriel mendengus sebal. Tampaknya orang yang akan menjadi teman sebangkunya selama di Vinter sangat menyebalkan.
                
“Udah tahu kan nama gue. Jadi gue nggak perlu ngejelasin lagi.”
               
Rio hanya mengangguk kecil. Lalu mulai beranjak keluar kelas sambil menenteng sebuah laptop. Kebetulan karena saat ini lagi jam kosong dan sebentar lagi bel tanda istirahat akan berbunyi jadinya Rio memerlukan waktu hanya sendiri tanpa ada orang-orang disebelahnya untuk melacak keberadaan Ata. Jika sampai ketahuan itu akan membahayakan dirinya sendiri sebagai Agen dari H-Corp.

***
               
Gabriel melirik Watch Phone di tangan kirinya. Menuntun tangan kirinya untuk sampai didepan mulutnya. Gabriel mengucapkan kata sandi untuk mengaktifkan watch phone miliknya dengan pelan. Setelah diaktifkan Gabriel memperhatikan keadaan sekitar. Beruntung dirinya mendapatkan tempat duduk di paling belakang kanan dekat jendela.
                
‘Aman.’ Gabriel menghela nafas pelan lalu memfokuskan diri pada watch phonenya lagi.
               
Gabriel menegakkan tangan kirinya diatas meja. Cukup lama karena itu untuk melakukan pengiriman sinyal dan untuk menyerap data yang ada pada sekolah ini. Setelah dirasa cukup Gabriel segera menonaktifkan pengiriman sinyal dan mensave data yang ada pada watch phonenya. Ia langsung mentransfer data tersebut ketempat Ify berada.
               
Sesaat dia tersadar, lalu mulai mengambil iPad yang berada di samping mejanya. Jarinya menari-nari di atas layar iPad. Seperti halnya dengan tadi, Gabriel melakukan pengiriman sinyal dan penyerapan data yang ada pada sekolah ini.
                
Senyuman miring tercetak jelas diwajahnya tanpa bisa disembunyikan.  Dan tepat pada saat itu Gabriel segera mengambil kalung berbandul yang menjuntai dibalik seragamnya. Menekan tombol kecil yang berada tepat dibelakang bandul tersebut. Tepat dibawah tombol kecil itu terdapat sebuah tanda pengenal seperti plat militer, Agen-S0B2. Sedetik kemudian, tepat di tanda pengenal sebuah cahaya kedap-kedip keluar menandakan bahwa gelombang yang ia kirim telah sampai pada penerimanya. Lagi-lagi senyuman miring tercetak di wajahnya.

***

Bel istirahat sudah berbunyi dari beberapa menit yang lalu. Suasana kelas sudah cukup sepi. Hanya ada segelintir orang yang masih asik dengan dunianya.
               
Ify mengambil kalung berbandul yang menjuntai dilehernya. Dibelakang bandul tepat di sebuah tanda pengenal -Agen-S0B1-, cahaya kecil terus berkedip tanpa henti. Ditekannya tombol tepat ditengah tanda pengenal untuk mematikan gelombang yang baru saja ia terima. Gabriel baru saja mengiriminya sebuah gelompang yang terpasang pada kedua kalung berbandul miliknya juga milik Gabriel.
               
Diliriknya watch phone yang bertengger di lengan kirinya. Watch phone ini sama dengan milik Gabriel. Bedanya hanya pada warna, Ify bewarna putih dan Gabriel bewarna hitam. Ada sebuah data masuk yang dikirim oleh Gabriel. Dengan terburu-buru Ify segera keluar kelas sambil membawa sebuah tas kecil berbentuk segi empat.

***
               
Sivia tengah menyantap bakso yang tadi dipesannya. Sesekali meneguk botol minum yang ia bawa dari rumah. Biar irit, pikirnya. Seseorang duduk didepan Sivia dan mulai menyesap sedikit coffe milk yang baru dipesannya lalu menaruhnya diatas meja kantin.
                
“Sivia Azizah?”
                
Sivia mendongak menatap seseorang yang tengah memanggilnya, “ICIL!”
                
“Santai aja Sivia. Enggak usah keras-keras manggilnya. Depan mata nih.” Sivia dapat melihat decakan kesal orang didepannya ini. Ia pun terkekeh pelan.
                “
Maaf deh. Kok lo bisa disini? Bukannya lo di LA?”
               
“Bisalah, apa sih yang enggak bisa dari gue? Haha.” Sivia mendengus sebal melihat kelakuan teman lamanya ini.
                
“Lo kapan masuknya?” Sivia memasukkan gumpalan bakso kedalam mulutnya sambil melirik orang yang ada dihadapannya ini.
                
“Baru tadi. Er sekitar setengah jam yang lalu mungkin.” Sivia hanya menganggukkan kepalanya. Setelah meminum botol minumannya dan membersihkan sedikit sisa-sisa yang menempel pada ujung bibirnya, Ia mulai menatap tajam orang didepannya ini.
                
“Selamat datang di Vinter, Ata Cilla.” Sivia mengulum senyum sambil mengulurkan tangannya yang disambut dengan orang didepannya ini.

***


@Lcoaster17

0 komentar:

Posting Komentar

Enjoy your comment! :)