Gemuruh hujan masih
terdengar jelas di dalam rumah Ify. Menunggu Gabriel adalah hal yang paling
membosankan semasa hidupnya. Dengan kesal, Ify mulai membuka pintu rumahnya.
Menunggu diluar lebih baik dari pada menunggu di dalam, pikirnya.
Ify bersender pada dinding sambil sesekali
mengeratkan sweater yang melekat pada
tubuhnya. Cuaca hari ini sangat tidak mendukung apalagi dengan Ify yang
mempunyai alergi dingin. Sebuah mobil berhenti tepat didepan Ify. Gabriel
keluar dengan segera menghampiri Ify.
“Maaf Fy, gue telat.” Perasaan bersalah menyelimuti
Gabriel saat melihat Ify sesekali mengeratkan sweaternya.
Ify mengangguk pelan, “Bentar. Ada yang ketinggalan.”
Ify mulai berlari kecil memasuki dalam rumahnya tanpa
menuggu persetujuan Gabriel. Namun beberapa menit kemudian Ify mulai keluar dan
menutup pintu rumahnya. Ia segera membuka pintu depan mobil Gabriel lalu memasukinya.
Gabriel sendiri mengeryit heran lalu mulai berjalan menuju arah kemudi mobilnya
dan mulai menjalankan mobilnya.
***
Rio mulai berjalan menuju ruang kelas barunya.
Sesekali tersenyum ramah saat ada yang menyapa dirinya. Walau baru menginjakan
kaki pertama kali di Vinter, Rio sendiri sudah memasuki gelar sebagai
‘orang-orang yang tidak boleh terlewatkan’. Rio dikenal sebagai pemuda berbakat
saat berada di Korea dan beritanya sudah tersebar di Eropa dan Asia termasuk
Indonesia sendiri.
Rio tersenyum penuh makna, ‘Dengan begini akan
memudahkan gue untuk melacak keberadaan Ata. Dan Agen-S0B tidak akan bisa
semudah itu untuk mencari keberadaan Ata karena gue udah memasang schovate di setiap kunci akses siswa.’
Langkahnya terhenti di sebuah pintu kelas. Dia
dongakkan kepalanya menatap ruang kelas barunya, XI IPA 1. Rio memasukkan kedua
tangannya pada saku celana dan mulai melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam
kelas. Mendadak suasana hening tercipta dan semua mata tertuju padanya. Sesaat
Rio berhenti dan mengeryit heran lalu mulai melanjutkan lagi langkahnya yang
sempat tertunda.
Dan suasana yang hening langsung terdengar kasak kusuk
tentang hadirnya Rio dikelas ini. Rio hanya tersenyum kecil saat semua mata
masih tertuju padanya. Dipasangkannya headshet
pada kedua telinga agar kasak kusuk yang terdengar tidak lagi menjadi sebuah
gangguan ditelinganya.
‘Yeongwonhi idaero jamdeulgil
baraedo yeojeonhi geunyeoro ggaeeonado dasineun ggumguji angireul baraedo
oneuldo geunyeoro naneun jami deulsuga isseo..’
Rio sendiri sudah mulai larut dalam lagu-lagu karya
Super Junior dengan sesekali mengetukan jarinya di atas meja sesuai dengan irama
nada yang didengarkannya.
***
Gabriel mendesah pelan melihat jalanan yang macet
parah. Diliriknya Ify yang tengah memejamkan matanya. Deru nafas tidak
beraturan yang terdengar samar-samar di telinga Gabriel membuat ia semakin
yakin bahwa Ify menggigil kedinginan. Diaturnya suhu AC mobil agar tidak
menambah dingin yang tercipta untuk Ify.
Disambarnya handphone
di dashboard mobil dan mulai mencari
kontak Papanya.
“Pah sepetinya aku dan Ify akan telat. Bisa tolong
hubungi kepala sekolah? Disini macet parah. Aku tidak yakin bisa tepat waktu
untuk sampai disana.”
“Baiklah. Jaga
Ify cuaca lagi tidak mendukung bisa bahaya kalau alerginya tiba-tiba kambuh
begitu saja.”
“Baik Pah.”
Gabriel mematikan sambungan teleponnya. Menaruh
kembali handphonenya di dashboard mobil. Matanya sesekali
melirik ke arah Ify. Tangannya tergerak untuk mengusap puncak kepala Ify.
Jalananpun sudah mulai melonggar, Gabriel segera
menjalankan lagi mobilnya menuju Vinternasional Senior High School.
***
Hujan sudah berhenti sejak setengah jam yang lalu.
Ify turun dari mobil diikuti oleh Gabriel. Ditatapnya gerbang masuk Vinter
dengan tangan kirinya yang menenteng sebuah tas kecil berbentuk segi empat.
Gabriel menahan lengan Ify sehingga membuatnya
berhenti secara tiba-tiba saat ingin melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam.
“Nama lo berubah jadi Fika Sauflyssa dan nama gue
menjadi Steve Elnik. Selama berada di lingkungan sekolah kita tetap memakai
nama samaran karena Perusahaan H-Corp sudah menurunkan salah-satu Agennya untuk
menjaga Ata Cilla. Bisa bahaya kalau sampai ketahuan.”
Ify mengangguk pelan. Energinya sudah terkuras
semalam memikirkan berbagai cara untuk melacak keberadaan Ata ditambah lagi
cuaca yang tidak bersahabat membuat Ify harus menyimpan energi yang tersisa agar
tidak terbuang begitu saja.
Gabriel tersenyum. Lalu mulai berjalan duluan
terlebih dahulu untuk mencari ruang kepala sekolah dan diikuti oleh Ify
dibelakangnya.
***
“Fika Sauflyssa. Senang berkenalan dengan kalian.”
Ify menatap teman-teman yang ada dihadapannya dengan
senyumannya. Kasak kusuk terus terdengar dari saat Ify mulai memasuki kelas
X-1.
Ify menatap Bu Ira yang berada di samping kirinya,
“Bolehkah saya duduk?”
“Oh ya tentu! Sivia tolong ajukan tanganmu. Fika kamu
duduk bersama Sivia.” Ify mengangguk pelan lalu mulai berjalan menuju arah
Sivia yang tadi sempat mengajukan tangannya.
Semua anak-anak masih mengikuti arah pandang Ify yang
sedang berjalan menuju bangku Sivia. Merasa ada yang aneh, Ify berhenti sebentar
lalu sedikit membalikan badan menatap teman-temannya.
“Apa ada yang salah?” Ify berbicara lantang. Hal ini
semakin membuatnya merasa lelah karena terus diperhatikan sedari tadi.
Semua siswa X-1 serentak menggelang lalu mulai
melanjutkan tugas yang sempat diberikan Bu Ira saat Ify belum memasuki kelas.
Bu Ira pun hanya tersenyum kecil melihat anak-anak didiknya yang masih sedikit
terpanah karena kedatangan murid baru di kelasnya.
Ify mendudukan diri lalu mengambil beberapa buku
tulis dan alat tulis yang berada di dalam tas miliknya.
“Em.. Halo gue Sivia.” Sivia mengulurkan tangannya
sambil tersenyum.
“If.. Em Fika maksudnya.” Ify menyambut uluran tangan
Sivia lalu tersenyum kikuk. Sivia hanya mengangguk perlahan.
Ify hanya menghela nafas pelan. Ia berharap untuk
dapat segera menemukan Ata agar dia bisa bebas melakukan apa saja tanpa dibawah
pengawasa U-Corp, perusahaan milik keluarganya.
***
Rio masih menikmati alunan lagu yang keluar dari headshetnya. Dengan segera ia mengambil laptop di dalam tasnya. Memanfaatkan
waktu yang ada selagi jam kosong untuk melacak keberadaan Ata Cilla di Vinter.
Rio merasakan ada seseorang yang duduk disampingnya.
Dengan segera ia menoleh kearah samping kanannya dan mengambil headshet yang menjuntai di telinga
kanannya.
“Lo siapa?” Gabriel menoleh kearah Rio lalu mengeryit
heran.
“Gue Steve. Steve Elnik.”
“Anak baru ya?” Gabriel memandang heran orang yang
didepannya ini.
“Apakah perkenalan tentang gue tadi didepan kurang
jelas? Sehingga lo masih nanya lagi?” Gabriel berdecak.
“Em.. sorry. Tadi gue lagi pakai headshet dan kurang memperhatikan sekitar.” Rio menggaruk
tengkuknya asal.
Gabriel hanya memandang Rio sebentar lalu memusatkan
kembali pada layar iPadnya.
“Gue Rio.”
Gabriel mendengus sebal. Tampaknya orang yang akan
menjadi teman sebangkunya selama di Vinter sangat menyebalkan.
“Udah tahu kan nama gue. Jadi gue nggak perlu
ngejelasin lagi.”
Rio hanya mengangguk kecil. Lalu mulai beranjak keluar
kelas sambil menenteng sebuah laptop.
Kebetulan karena saat ini lagi jam kosong dan sebentar lagi bel tanda istirahat
akan berbunyi jadinya Rio memerlukan waktu hanya sendiri tanpa ada orang-orang
disebelahnya untuk melacak keberadaan Ata. Jika sampai ketahuan itu akan
membahayakan dirinya sendiri sebagai Agen dari H-Corp.
***
Gabriel melirik Watch
Phone di tangan kirinya. Menuntun tangan kirinya untuk sampai didepan
mulutnya. Gabriel mengucapkan kata sandi untuk mengaktifkan watch phone miliknya dengan pelan.
Setelah diaktifkan Gabriel memperhatikan keadaan sekitar. Beruntung dirinya
mendapatkan tempat duduk di paling belakang kanan dekat jendela.
‘Aman.’ Gabriel menghela nafas pelan lalu memfokuskan
diri pada watch phonenya lagi.
Gabriel menegakkan tangan kirinya diatas meja. Cukup
lama karena itu untuk melakukan pengiriman sinyal dan untuk menyerap data yang
ada pada sekolah ini. Setelah dirasa cukup Gabriel segera menonaktifkan
pengiriman sinyal dan mensave data
yang ada pada watch phonenya. Ia
langsung mentransfer data tersebut ketempat Ify berada.
Sesaat dia tersadar, lalu mulai mengambil iPad yang
berada di samping mejanya. Jarinya menari-nari di atas layar iPad. Seperti
halnya dengan tadi, Gabriel melakukan pengiriman sinyal dan penyerapan data
yang ada pada sekolah ini.
Senyuman miring tercetak jelas diwajahnya tanpa bisa
disembunyikan. Dan tepat pada saat itu
Gabriel segera mengambil kalung berbandul yang menjuntai dibalik seragamnya.
Menekan tombol kecil yang berada tepat dibelakang bandul tersebut. Tepat
dibawah tombol kecil itu terdapat sebuah tanda pengenal seperti plat militer,
Agen-S0B2. Sedetik kemudian, tepat di tanda pengenal sebuah cahaya kedap-kedip
keluar menandakan bahwa gelombang yang ia kirim telah sampai pada penerimanya.
Lagi-lagi senyuman miring tercetak di wajahnya.
***
Bel istirahat sudah berbunyi dari beberapa menit yang
lalu. Suasana kelas sudah cukup sepi. Hanya ada segelintir orang yang masih
asik dengan dunianya.
Ify mengambil kalung berbandul yang menjuntai
dilehernya. Dibelakang bandul tepat di sebuah tanda pengenal -Agen-S0B1-,
cahaya kecil terus berkedip tanpa henti. Ditekannya tombol tepat ditengah tanda
pengenal untuk mematikan gelombang yang baru saja ia terima. Gabriel baru saja
mengiriminya sebuah gelompang yang terpasang pada kedua kalung berbandul
miliknya juga milik Gabriel.
Diliriknya watch
phone yang bertengger di lengan kirinya. Watch phone ini sama dengan milik Gabriel. Bedanya hanya pada
warna, Ify bewarna putih dan Gabriel bewarna hitam. Ada sebuah data masuk yang
dikirim oleh Gabriel. Dengan terburu-buru Ify segera keluar kelas sambil
membawa sebuah tas kecil berbentuk segi empat.
***
Sivia tengah menyantap bakso yang tadi dipesannya.
Sesekali meneguk botol minum yang ia bawa dari rumah. Biar irit, pikirnya.
Seseorang duduk didepan Sivia dan mulai menyesap sedikit coffe milk yang baru
dipesannya lalu menaruhnya diatas meja kantin.
“Sivia Azizah?”
Sivia mendongak menatap seseorang yang tengah
memanggilnya, “ICIL!”
“Santai aja Sivia. Enggak usah keras-keras manggilnya.
Depan mata nih.” Sivia dapat melihat decakan kesal orang didepannya ini. Ia pun
terkekeh pelan.
“
Maaf deh. Kok lo bisa disini? Bukannya lo di LA?”
“Bisalah, apa sih yang enggak bisa dari gue? Haha.”
Sivia mendengus sebal melihat kelakuan teman lamanya ini.
“Lo kapan masuknya?” Sivia memasukkan gumpalan bakso
kedalam mulutnya sambil melirik orang yang ada dihadapannya ini.
“Baru tadi. Er sekitar setengah jam yang lalu
mungkin.” Sivia hanya menganggukkan kepalanya. Setelah meminum botol minumannya
dan membersihkan sedikit sisa-sisa yang menempel pada ujung bibirnya, Ia mulai menatap
tajam orang didepannya ini.
“Selamat datang di Vinter, Ata Cilla.” Sivia mengulum
senyum sambil mengulurkan tangannya yang disambut dengan orang didepannya ini.
***
@Lcoaster17
0 komentar:
Posting Komentar
Enjoy your comment! :)