Lokowari 117.
Ify
berkali-kali memandangi papan rumah tempat ia berdiri sekarang. Ify mendesah
pelan. Dengan langkah ragu, Ify mulai memasuki halaman rumah Gabriel.
Ify
berdiri di depan pintu. Dengan tekad yang sudah kuat Ify memutuskan untuk
mengetuk pintu itu. Cukup tiga kali ketuk, pintu itu sudah terbuka.
“Non
Ify? Silahkan masuk Non!” Pelayan rumah Gabriel yang biasa sipanggil Kho pang
sedikit memberi celah untuk mengizinkan Ify masuk kedalam.
“Iya
ini Ify Kho Pang..” Ify tersenyum “Makasih..” Lanjut Ify sambil membungkukkan
badan. Sedetik kemudian Ify mulai melangkah masuk ke dalam rumah Gabriel.
Ify
mmberhentikan langkahnya. Dengan menepuk keningnya, ify membalikan badannya.
“Oh iya Kho, Gabriel ada dimana? Ditempat biasa? Lupa nanya Kho.” Ify terkekeh
pelan.
“Iya
ditempat biasa Non. Gimana sih Non ini haha.” Kho Pang tertawa kecil membuat
Ify menunduk malu.
“Ya
namanya lupa kho. Ify kesana dulu ya!
Dadah Kho Pang yang jelek hehe.” Ify menjulurkan lidahnya sambil berlari kecil.
Kho
Pang tersenyum. Kehadiran Ify di kehidupan Gabriel merubah suasana yang dulu
ada. Walau terkadang suasana yan dulu mencekam masih suka menyisakan sisa di
kehidupan Gabriel tapi Kho Pang yakin Ify dapat merubah itu semua. Tinggal
tunggu waktu. Sang demi masa yang tidak akan pernah mati.
Tunggu..
Dan semua akan terjadi..
***
Ify
berjalan pelan saat mulai menuruni anak tangga untuk masuk kedalam ruang bawah
tanah. Tempat yang biasa Gabriel datangi pada saat waktu luang. Ify mengurutkan
kening. Saat tangannya tergapai meraih gagang pintu sebuah suara dari sistem
komputer terdengar.
“Password?”
Ify
berdehem pelan, “GSD. Agen S0B-02.”
“Wrong! Password?”
Ify
berdecak kesal. Gabriel merubah password pintu
masuk ruang bawak tanah. Dengan segera diambilnya handphone di kantung jinsnya. Menekan angka satu yang lama pada
layar handphone dan sesaat mulai
tersambung.
“Apa?”
Suara bariton milik Gabriel terdengar jelas ditelinganya.
“Buka
pintunya! Gue ada di depan ruangan kesayangan lo.” Ify bersandar pada dinding.
“Lebih
baik lo pulang Fy...”
“Lo
masih marah sama gue? buka pintunya dulu, kita bicarain baik-baik. Ayolah Gab..
Jangan kayak anak kecil deh!”
Ify
mengurutkan keningnya. Rasa pusing mulai meranda dirinya. Tadi saat sebelum
kesini, ia lupa untuk minum obat pencegah alerginya kambuh. Harusnya keadaannya
tidak apa-apa saat ia kembali teringat semalam saat menunggu Alvin suasana
memang lagi sangat dingin ditambah lagi ia harus menunggu berjam-jam tapi Alvin
tidak kunjung datang juga.
Gabriel
masih tidak menjawab perkataannya membuat Ify semakin yakin bahwa Gabriel masih
marah padanya.
Kalau segini lo aja marah
gimana nanti saat lo tau gue berhasil nemuin Agen H-Corp tapi justru gue nggak
bilang ke elo...’
Ify
terduduk di anak tangga terakhir. Menenggelamkan kepalanya diantara kedua
lutut.
“Gabriel..”
Ify berujar lirih. Masih tidak ada tanggapan dari Gabriel.
Ify
mendesah pelan, “Yaudah mungkin lo masih marah sama gue. Padahal niat gue
kesini mau meluruskan kesalahpahaman yang terjadi antara lo dan gue. tapi
ternyata lo menolak untuk itu. Jadi gue anggap ini sebagai penolakan dan kita
masih hidup dalam kesalahpahaman..”
“Selamat
sore Gabriel..”
Klik.
Sambungan terputus.
Ify
berdiri dan mulai menaiki anak tangga satu persatu. Mulai menjauh dari ruangan
Gabriel. Ini hanya masalah waktu dan lagi-lagi hanya masalah waktu...
***
Gabriel
menatap kosong layar handphonenya.
Sambungan telah terputus beberapa saat yang lalu. Tapi Gabriel masih betah
menatap kosong layar handphonenya.
Sebenarnya
hanya masalah sepele. Ify tidak memenuhi janjinya datang ke taman siswa untuk
membantu menyelesaikan masalah tentang schovate
yang telah diaktifkan di lingkungan sekolahnya.
Tapi
ternyata bukan itu saja masalahnya. Beberapa saat ayng lalu sebelum Ify datang,
Alvin menghubunginya. Memberitahu bahwa Ify menelponnya, mengajaknya bertemu
hingga kejadian saat Alvin tidak datang.
Gabriel
berdecak kesal. Berkali-kali ia sudah menasehati Ify untuk tidak bertemu Alvin
namun hal yang tidak di inginkannya terjadi. Ia mulai berdiri dari duduknya.
Berjalan menuju pengaman ruangan. Dimatikannya password yang sedari tadi telah terpasang di pintu itu.
Setelah
dimatikan, Gabriel berjalan menuju pintu. Menekan tombol hijau yang berada di
samping kiri pintu. Dan pada saat itu pintu terbuka lebar. Dilangkahkan kakinya
keluar dari pintu menaiki anak tangga dengan berlari kecil.
“Kho! Kho Pang!” Suara Gabriel menggema di ruang
tengah.
Rambutnya menjadi sasaran kesal Gabriel. Diacaknya
hingga tidak rapi lagi. “Kho? Kho Pang dimana?” Teriak Gabriel.
Kho Pang datang terburu-buru, “Maaf Den, tadi lagi di
luar.” Kho Pang sedikit membungkuk tanda maaf.
Gabriel mengusap wajahnya pelan, “Yaudah nggak
apa-apa. Kho Pang liat Ify nggak?”
Kho Pang mengeryit heran, “Loh bukannya Non Ify sama
Den Gabriel?”
“Lah Kho Pang kok malah balik nanya? Tadi Ify emang
sempet ke Gabriel cuma Ify pulang katanya. Nah Gabriel cuma mau mastiin Ify
beneran udah pulang apa belum. Kho Pang liat nggak?” Gabriel mulai menghubungi
Ify dengan handphone di tangan
kirinya.
Panggilan masih belum terjawab. Gabriel berdecak
kesal menatap handphonenya. Di ulanginya sekali lagi dan semoga panggilan kali
ini dijawab oleh Ify.
“Yaudah makasih Kho. Kembali ketempat aja Kho.”
Gabriel mengangguk pelan disusul Kho Pang. Setelah itu Kho Pang beranjak dari
tempatnya.
***
Ify bersandar pada rumah pohon. Beruntung sekali
Gabriel mempunyai rumah pohon di belakang rumahnya. Handphonenya berdering. Diliriknya handphone yang bergetar dengan layar yang berkedip-kedip.
Gabriel Stevent
calling..
Ify menghela nafas pelan. Dipejamkan matanya dan
menghiraukan deringan handphone yang
terus berbunyi. Sesaat kemudian handphonenya
berhenti berdering tapi itu tidak berlangsung lama karena sedetik kemudian handphonenya kembali berdering. Masih
dengan panggilan yang sama dari Gabriel, Ify kini memutuskan untuk menjawab
panggilan tersebut.
“Lo dimana sekarang?!”
Ify tersenyum pelan, “Emang penting buat lo tau?”
“Tinggal jawab aja susah. Kalau bukan ada hal penting
yang ingin gue tanyain nggak mungkin gue mau nemuin lo.”
“Oh.” Ify bangun dari duduknya. Menuruni tangga
dengan hati-hati karena sedikit licin.
Suasana hening tercipta. Gabriel yang masih berusaha
menetralkan perasaannya dan Ify mulai beranjak dari rumah pohon.
“Sekali lagi gue tanya, lo
dimana? Kenapa sih jawab gitu aja susah?!”
Ify berjalan memasuki pintu utama yang menghubungkan
antara ruangan tengah dengan halaman belakang rumah Gabriel. Ify sendiri masih
belum menjawab pertanyaan Gabriel. Menurutnya itu hanya buang-buang waktu. Lagi
pula kini Ify dapat melihat Gabriel memunggunginya dari jauh.
“Ify!”
Ify berdecak kesal, “Gabriel plis gue lagi nggak mau
berdebat sama lo. Ini kita bicarain lagi setelah pikiran kita sudah pada
dingin.”
“Kenapa? Apa karena lo mau
ketemu Alvin?”
Langkah Ify terhenti. Jantungnya berdegup kencang
ditambah rasa gugup mulai menyelimutinya.
“Benerkan dugaan gue? lo mau
ketemu Alvin?”
“Gue bukan mau ketemu Alvin. Gue mau ketemu lo. Gue
ada di belakang lo tepat.” Ify berusaha menahan mati-matian rasa gugupnya.
Begitu pula menetralkan perasaannya.
Ify dapat melihat Gabriel bernalik arah. Mata Gabriel
mengarah pada satu titik. Dirinya. Gabriel berjalan cepat menuju tempatnya
sedangkan dirinya tidak bergeser sedikitpun. Dengan sekali gerakan Gabriel
memutuskan panggilannya diikuti oleh Ify yang menurunkan handphonenya dari telinga kanannya.
“Jawab gue Fy!” Cecar Gabriel saat berada didepan
Ify.
“Apa yang harus gue jawab? Gue yakin elo sendiri juga
udah tahu jawabannya.”
Gabriel berdecak kesal, “Kapan sih lo mau ngedengerin
perkataan gue? apa karena gue nggak penting buat lo jadinya lo mengabaikan gue?
iya Fy karena itu?” Gabriel mengacak rambutnya asal.
Ify tertunduk, “Bukan gitu.. Bukan gitu maksud gue..”
Gabriel mengepalkan tangannya. Ify dapat melihat itu
semua. Dan sesaat keheningan mulai tercipta di keduanya.
***
Rio berjalan pelan menuju ruang serba guna di
sekolahnya. Ia memasang kamera pengawas berbentuk sangat kecil di sudut
ruangan. Tadi ia sudah meminta izin ke sekolah bawa barangnya ada yang
ketinggalan tapi itu hanya alibi semata. Tujuannya sekarang adalah memasang
kamera pengawas di setiap sudut sekolah kecuali kamar mandi dan ruang ganti.
Ini bisa berguna dalam membantu dirinya untuk memantau dari jauh sekaligus
dengan mudah melacak keberadaan Ata Cilla.
‘Pertama yang
harus gue lakuin adalah menemukan Ata. Setelah itu baru melacak Agen U-Corp.’
Rio tersenyum miring.
Setelah selesai memasang kamera pengawas di runag
serba guna kini Rio mulai memasang kamera pengawas terakhir di kantin sekolah.
Langkah kakinya di percepat menuju kantin agar pengawasan sekolah tidak curiga
padanya.
***
Sivia tengah memanjakan kucing peliharaannya.
Disampingnya Prissy -nama akrab Pricilla- sedang berkutat dengan laptop untuk membuka social network yang bisa bikin dirinya
berjam-jam hanya di depan laptop.
“Oh iya! Gue dapat teman baru namanya Fika Sauflyssa.
Besok gue kenalin lo sama dia deh.” Sivia berujar tiba-tiba sambil melirik
Prissy.
Prissy hanya mengacungkan ibu jarinya, “Sip sip!”
Sivia hanya bisa menggelengkan kepalanya
perlahan-lahan/ senyuman manis terukir di wajahnya. Hari esok akan tiba.
Membuka lembaran baru dan menutup lembaran lama tanpa harus melupakannya.
***
Keheningan yang mulai tercipta mulai runtuh saat watch phone keduanya menampilkan sebuah
direktur U-Corp yang tak lain adalah Ayahnya Ify.
Ify menatap Gabriel yang juga tengah menatapnya.
Namun buru-buru Gabriel mengalihkan pandangan matanya dari Ify ke watch phonenya.
“Untuk Agen
S0B-01 dan S0B-02 harap datang ke kantor dan menemui saya. Kalian hanya punya
waktu 20 menit untuk sampai disana. yang terlambat seperti biasa akan di
kenakan sanksi.”
Gabriel mengurutkan keningnya, “Ada apa memang?”
Ify menatap watch
phonenya kemudian mengangguk perahan, “Iya ada apa sebenarnya?”
“Tidak usah
banyak bertanya. Waktu kalian dimulai dari...” Ify dan Gabriel saling
memandang kemudian kemnali lagi menatap layar watch phonenya.
“Sekarang! Go!”
Gabriel langsung beranjak dan mengambil kunci
mobilnya. Sedangkan Ify hanya menatap Gabriel yang berlalu di hadapannya.
Setelah menguatkan hati, Ify mulai bergegas menuju U-Corp.
***
Alvin masih memandang diam foto figura di meja
belajarnya. Foto sepuluh tahun lalu saat dirinya diberi kepercayaan untuk
menjadi Presdir S0B dari U-Corp. Ia tersenyum miring.
Dihempaskan tubuhnya pada kasur bercorak putih
abu-abu. Seputar kejadian sepuluh tahun lalu menghampiri pikirannya. Alvin
berdecak eksal. Dengan kasar Alvin menarik bantal dan menenggelamkan wajahnya.
‘Lo Fy.. Lo yang buat gue kayak gini...’ Alvin
semakin menenggelamkan wajahnya pada bantal.
‘But.. I always love you...’
***
@Lcoaster17
0 komentar:
Posting Komentar
Enjoy your comment! :)