23/10/12

End [5]


Rio berjalan menuju kelasnya. Ada yang berbeda dengan dirinya. Diwajahnya kini bertengger sebuah sprier. Sprier berbentuk seperti sebuah kacamata. Jika dilihat secara lebih jelas ada beberapa tombol yang ada di sisi kanan framenya.

Matanya kini tertumpu pada seseorang yang berhenti jauh di depannya. Rio dapat mengenalinya. Dengan segera Rio berlari kecil menghampirinya.

***

Ify menatap punggung Gabriel yang menghilang di balik koridor. Satu yang ia percaya bahwa persahabatan bisa runtuh hanya karena sesuatu. Senyuman miring terlukis diwajahnya.

Tepukkan di pundaknya membuat Ify menoleh. Degup jantungnya berdetak lebih cepat saat mellihat orang yang disampingnya, Rio Agen dari H-Corp yang sedang dicarinya.

“Hai Fika!” Senyuman khas Rio ditunjukkan untuknya.

Ify menghela nafas pelan sambil tetap berusaha tersenyum. “Ya?”

“Masih inget dengan gue?” Rio menunjuk dirinya sendiri.

“Tentu.” Ify tersenyum kecil. “Oh iya. Ada apa?” Lanjutnya.

“Tidak apa-apa hanya ingin menyapa. Hehe.” Rio masih memberikan senyuman terbaiknya.

Ify mengulum senyum. Sampai sekarang ia tidak menyangka bahwa kini Agen dari H-Corp ada di hadapannya. Ify mengamati Rio detail dari atas hingga ke bawah. Ia merasa ada yang berbeda dengan sosok di depannya.

Matanya tertuju kearah sprier yang terpasang di wajah Rio. Ify menajamkan matanya berusaha melihat lebih jelas apakah itu sprier atau bukan.

“Ada apa?” kini gantian Rio yang bertanya. Ia begitu risih melihat Ify yang begitu jeli melihatnya.

‘Itu memang benar sprier...’ Ify mengakui kalau dirinya sudah kedahuluan start oleh Rio untuk lebih fokus mencari Ata Cilla.

Rio mengerutkan keningnya. “Hei ada apa sih?”

Ify berdehem pelan. “Tidak. Emm kenapa gue baru sadar lo pakai itu?” Ify menunjuk sprier yang terpasang di wajah Rio.

“Oh ini....” Rio membetulkan letak spriernya yang sedikit miring. “Ini kacamata baca..” lanjutnya.

Ify pura-pura mengangguk. Alasan yang logis..

Lagi-lai Ify harus menyusun rencana. Kali ini ia nggak boleh kedahuluan terutama oleh Rio dan juga Gabriel. Ngomong-ngomong soal Gabriel, Ify tersenyum miring sambil mengingat percakapan antara dirinya, Gabriel dan Ayah saat mereka berada di U-Corp.

***

“FIKA!” Ify memberhentikan langkahnya. Seruan namanya yang terdengar dari belakang membuat Ify memutar arah hadapannya.

Sivia berlari kecil menghampiri Ify. Saat sampai di hadapannya, Sivia mengatur pernafasannya yang terlihat tidak teratur akibat berlari-lari kecil. Jarak saat Sivia memanggilnya memang sedikit jauh.

Ify memberi sedikit waktu untuk Sivia mengatur pernafasannya. Saat dilihatnya Sivia sudah mulai bernafas lega. Ify mengetuk puncak kepala Sivia.

“Fika sakit!” Sivia mendelik sebal kearah Ify sambil kedua tangannya mengusap pelan puncak kepalanya.

“Siapa suruh lari-larian kayak gitu? Nafas udah kayak di ujung tanduk gitu juga.” Ify memutar bola matanya dengan kedua tangan yang terlipat di dada.

“Sadis lo!” Sivia menatap sinis Ify. “Pokoknya lo sekarang ikut gue! Nggak ada tapi-tapian!” lanjutnya sambil menarik tangan Ify dan mulai beranjak dari situ.

Ify menatap tangannya yang di tarik Sivia pasrah. Tapi sunguh dalam hati Ify sangat bersyukur karena baru kali ini Ify mempunyai teman selain Gabriel.

***

“Lo harus liat Fik!” Sivia menunjuk papan mading di depannya. Ify mengerutkan kenin.

“Apa sih yang harus di lihat Sivia? Ke kelas aja yuk mendingan.”

Sivia mendelik sebal ke arah Ify. Emosinya mulai menyulut dan dengan ganas Sivia mengetuk puncak kepala Ify. Ify hanya meringis kecil sambil sesekali mengusap puncak kepalanya.

“Nih lihat! Bakal diadain lomba dengan judul Musik Kita.” Sivia membaca sebuah poster yang ada di papan madin.

“Terus?” Ify menatap Sivia penuh tanya. Sivia mendesah berat.

“Ya ikut lombanya lah. Lumayan yang menang dapat dispensasi untuk tidak mengikuti praktek seni musik dan sudah dipastikan nilai seni musik diatas 80.” Ify menganguk pelan.

Sivia menatap tajam Ify. “Respon lo gitu doang? Gila gila gila...”

Ify menghela nafas pelan. “Terus gue harus gimana? Loncat-loncat gitu? Capek kali.”

“Ya ikut ajang lombanya lah Fy.” Sivia menggeram pelan.

“Nggak minat.” Ify menatap Sivia datar dan mulai meninggalkan Sivia sendiri di depan papan mading. Sivia hanya menggelengkan kepalanya perlahan-lahan.

***

Gabriel memasuki kantin sekolahnya sambil membawa laptop. Mengambil tempat duduk paling belakang dekat pagar pembatas taman siswa. Matany melirik kearah Ify yang sedang menyantap makanannya sendirian hingga Rio datang menghampiri Ify.

Gabriel tersenyum miring. Pandangan matanya beralih ke arah layar laptopnya yang tadi sudah dinyalakan. Gabriel beranjak sebentar untuk memesan hot cappucino. Matanya masih tetap mengawasi pergerakan Ify dan juga teman sebangkunya.

Tunggu dulu.. tadi ia menyebut apa? Teman? Gabriel segera meralat ucapannya. Gabriel masih tidak bisa menempatkan sosok Rio di kehidupannya. Lagi pula bukankah dia tidak begitu penting? Benaknya.

Lamunannya buyar saat Ibu kantin memberikan pesanannya. Gabriel memberikan uang dua puluh ribuan yang diterima oleh Ibu kantin.

“Buat Ibu aja kembaliannya.” Ujar Gabriel saat Ibu kantin ingin memberikan kembalian uangnya. Setelah mengucapkan terima kasih sambil tersenyum, Gabriel kembali ke tempatnya.

Ditempat yang sama namun berjarak beberapa meter. Sivia berjalan sambil membawa sebuah formulir. Ia terkekeh pelan mengingat rencana kali ini bakal berhasil buat bujuk Ify untuk mengikuti Musik Kita.

“Ini Pak formulirnya untuk dua orang.” Sivia memberikan formulir ke Pak Yani saat sudah berada di Ruang Musik.

“Terima kasih. Nanti pulang sekolah harap berkumpul di sini ya!” Pak Yani tersenyul pelan. Sivia mengacungkan kedua ibu jarinya.

“Oke sip Pak.” Sivi terkekeh pelan. “Permisi ya Pak..” lanjutnya sambil sedikit membungkuk tanda hormat. Setelah itu, Sivia bergegas untuk keluar.

***

Terik matahari yang menyengat membuat Ify harus mencari perlindungan ketempat yang lebih rindang. Rutukan kecil terus keluar dari bibir mungilnya. Ify bersandar di bawah pohon sambil sesekali mengusap keringatnya.

Ify tersenyum. Dengan segera dibukanya tas selempang yang tergeletak dibahu kanannya. Tangannya tergerak mencari sebotol minuman yang dibelinya tadi sewaktu istirahat. Ia terduduk di bawah pohon saat tubuhnya tidak bisa menopangnya lagi dikarenakan terik matahari yang menyengat tubuh.

Ify menguncir rambutnya yang tergerai dengan asal-asalan akibatnya beberapa helai rambutnya mencuat keluar. Dibukanya tutup botol yang masih tersegel itu. Setelah terbuka, Ify meneguknya hingga tersisa setengah.

Seseorang menepuk pundaknya dari belakang lantas duduk di samping kanannya. Ify mulai terbatuk-batuk akibat tepukan mendadak yang tidak diduga sebelumnya. Dengan segera Ify menoleh ke arah sampingnya.

“Alvin? Kok?” Ify mengarahkan kepalanya ke kanan dan kiri seperti orang linglung.

Alvin tersenyum meremehkan membuat Ify berhenti menjadi orang bodoh dengan terus mengarahkan kepalanya ke kanan dan kiri. Ify mengalihkan pandangannya ke depan sedangkan Alvin memasang wajah datarnya.

“Ada apa?” Alvin mulai menghentakkan keadaan yang tiba-tiba sunyi. Sesungguhnya Alvin sendiri tidak mengerti kenapa ia bisa melangkahkan kakinya untuk menemui gadis manja itu. Gadis manja? Alvin tersenum miring. Lo emang gadis manja. Gadis manja yang menjatuhkan..

“Apanya?”  Ify meneguk lagi air minumnya. Sambil sesekali mengusap peluh di wajahnya yang mencuat keluar.

“Ternyata masih sama bodohnya.” Alvin merebahkan tubuhnya diatas pijakan yang ia duduki. Tidak peduli kemeja putihnya kotor atau apapun itu.

Dan untuk kedua kalinya Ify terbatuk-batuk mendengar ucapan Alvin yang terasa asing ditelinganya. Sapu tangan berinisial AJ dengan perpaduan warna biru dan putih hadir dihadapannya. Dengan segera Ify mengalihkan pandangannya kearah Alvin.

“Nggak masalah kalau emang nggak mau.” Alvin segera memasukan kembali sapu tangannya di kantung kemejanya.

Ify membuka mulutnya ingin mengatakan sesuatu namun suaranya tertahan di tenggorokan. Dan dengan terpaksa Ify menutup mulutnya lantas mengalihkan pandangannya. Ify menatap kosong botol minumannya.

“Gue mau minta maaf.” Akhirnya Ify bisa mengucapakan kalimat yang sempat tertahan di kerongkongan walaupun terdengar lirih.

Helaan nafas berat Ify terdengar Alvin. Alvin memejamkan matanya berusaha melupakan kalimat lirih Ify yang terngiang di telinganya. Namun yang terjadi kalimat itu masih terekam jelas dan enggan pergi bahkan helaan nafas berat Ify juga masih terdengar setelah mengucapkan kalimat itu.

***

Prissy masih berdiri di depan halte bus. Berkali-kali ia melihat jam di pergelangan tangan kirinya. Dengan kesal Pricilla duduk di bangku halte yang sudah disediakan.

“Kamu ngapain disini?”

Suara yang tiba-tiba terdengar menyentak membuat Prissy mengelus dada, “Jangan bikin kaget orang dong...” Prissy menoleh ke sampingnya sambil mendelik tak suka dan beralih menatapnya.

“Yah maaf deh. Kok belum pulang?” Prissy dapat merasakan sosok itu duduk disampingnya sambil menyesap minuman yang dibawanya.

Prissy menggendikan bahunya, “Gatau deh. Nungguin bus tapi nggak muncul-muncul.”

“Pantes. Nggak bakal ada satupun bus yang lewat sini. Di ujung jalan sana kan ada perbaikan makanya dari tadi nggak ada satu kendaraanpun yang lewat.”

“Pantes.” Prissy mendengus sebal. “Yaudah gue duluan ya!” Prissy segera berdiri dari duduknya. Belum sempat beranjak dari tempatnya, sosok itu menahan lengan Prissy.

“Gue anter yuk!” Prissy terdiam ketika sosok itu memberikan senyuman yang menurutnya -hm- manis.

Sesaat Prissy sadar dari kediamannya. “Gue kan nggak kenal lo. Kalo lo nyulik gue gimana? Berabe nanti.” Priss menarik lengannya dan melirik tajam sosok dihadapannya.

“Gue Rio. Kita kan satu sekolahan dan nggak mungkin gue nyulik elo lah. Haha.” Rio -sosok itu- memberikan senyuman terbaiknya sambil mengulurkan.

“Haha iya gue tau kok. Pricilla Agatha cukup panggil gue Prissy.” Prissy menerima uluran tangan Rio sambil tersenyum.

“Yaudah yuk gue anterin.” Prissy mengangguk dan mengikuti di samping Rio yang mulai berjalan ke arah parkiran yang letaknya tidak jauh dari halte bus.

‘Mission complete haha.’ ucap Rio dalam hati serta senyuman miring terlukis di bibirnya walau sebentar. 

***

credit : @Lcoaster17

0 komentar:

Posting Komentar

Enjoy your comment! :)