06/01/13

BARBIE GIRL - 2


BG - 2


Gadis itu masih sibuk mempelajari beberapa berkas yang baru di terimanya. Dahinya mengkerut melihat rentetan kalimat dan tentunya angka-angka yang tertera disana. ponsel yang terus bergetar menandakan adanya telepon membuat perhatiannya teralih dari berkas itu. Diangkatnya telepon tersebut. Setelah melakukan sedikit perbincangan, gadis itu keluar dari ruangannya.


Ify. Nama pemilik gadis itu kini berjalan melewati para pegawainya yang sibuk bekerja untuk menghabiskan waktunya mencari kebutuhan demi kelangsungan hidupnya. Sesekali panggilan namanya sebagai tanda penghormatan terdengar di setiap bilik yang terpasang di ruang kerja para pegawai untuk membedakan fokus pekerjaan yang di kerjakan. Ify hanya menanggapinya dengan tersenyum ramah.

Beberapa saat yang lalu Farida meminta dirinya untuk segera ke ruangannya. Dan kini Ify berhenti di depan ruang Farida. Mengetuk pelan pintu yang terhalang di hadapannya. Setelah terdengar persetujuan untuk memasuki ruangannya, barulah dibukanya pintu itu. Ify segera masuk ke dalam setelah sebelumnya menutup pintu tersebut.

Farida bangun dari duduknya dan mengambil jas kebanggaannya dari lemari yang di sediakan di ujung ruangan. Ify terpaku di tempatnya dan melihat bingung ke arah Farida. Bukannya tadi Farida menyuruhnya datang tapi kenapa rasanya Farida ingin pergi keluar? Lantas kenapa menyuruhnya datang kalau begitu? Pikiran Ify berkecamuk menjadi satu tapi tidak ada satu lontaran pertanyaan pun di ajukannya.

“Rapikan pakaianmu Alyssa.” Ify tersadar dari lamunannya. Dan kemudian memandang dirinya sendiri. Kemeja kantor serta jasnya memang berantakan sedikit.

“Aku permisi dulu Omma.”

Dengan segera Ify keluar dari ruangan Farida untuk membenarkan pakaiannya. Sebelum tangan Ify tergapai untuk menarik pintu, Farida mengingatkannya lagi untuk segera kembali dengan membawa berkas-berkas yang di pelajarinya tadi. Walau sedikit bingung, Ify tetap mengangguk patuh dan kembali menuju ruangannya.

***

Suasana ramai terjalin di ruang presentasi beserta ruang meeting yang menjadi satu. Hanya Ify yang berusaha menjelaskan apa yang ia tadi pelajari pada berkas-berkas di ruangannya. Sesekali tanya jawab bergilir dari satu pihak ke pihak lain karena rapat kali ini untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan Apard Tco untuk memajukan dunia industri di tanah air.

Tadi sewaktu dirinya kembali lagi menuju ruangan Farida dengan pakaian yang sudah rapi serta berkas yang ada ditangannya, Farida mengajaknya menuju ruang rapat. Walau sedikit terkejut dengan penuturan Farida, Ify berusaha menyikapinya dengan tenang. Ify harus terbiasa dengan ajakan Farida yang mendadak. Dan disinilah dirinya. Berbagi berbagai pendapat untuk memperoleh keuntungan kedua belah pihak dan bagaimana bisa mencapai kesepakatan diantara kedua belah pihak.

Farida menatap Ify kagum secara tersirat. Tidak menunjukan sama sekali rasa kekaguman itu. Baru tadi Ify di berikan tugas mempelajari berkas-berkas yang baru datang dan hari itu juga ada rapat mendadak yang membahas berkas tersebut. Walau awalnya ada sedikit nada gugup yang terdengar dari Ify namun dengan cepat pula rasa terbiasa menghampirinya. Farida bisa melihat itu dari diri Ify.

“Baiklah rapat kali ini kita akhiri.” Ucap Ify dengan senyum mengembang. Dan tanpa disuruh semua orang yang ada di ruangan ini berdiri.

“Semoga kita bisa menjalin kerja sama yang baik. Dan sukses buat keberhasilan kita.” Ify mengulurkan tangannya. Direktur utama perusahaan Apard Tco menyambut dengan senang hari jabatan tangan itu. Semua tersenyum termasuk Farida dan tepukan tangan tanda menjalin kerja sama terdengar di ruang ini.

Akhirnya setelah pihak dari Apard Tco pulang dan semua rapat yang hadir telah meneruskan kembali pekerjaannya. Ify baru menuju ruangannya berdampingan dengan Farida.

Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam ketika Ify sampai di ruangannya. Ify duduk di sofa dan memjamkan matanya berusaha mengistirahatkan pikirannya.

Ketukan di pintu membuat Ify tersadar. Dengan segera Ify menyuruhnya masuk. Alvin terlihat di ujung pintu dan segera menghampiri Ify.

Ify mengeryit heran. “Kakak kok disini?”

Alvin duduk di sofa bersama Ify. Pakaiannya terlihat casual hanya celana jin serta kemeja biru dibalut dengan jaketnya. Alvin menyerahkan beberapa map penting ke arah Ify. Ify membenarkan duduknya dan mengambil map dari Alvin.

“Tadi Omma nyuruh kakak buat ngambil map itu di ruang kerjanya. Terus di suruh kesini buat nyerahin ke kamu deh.” Alvin berdiri dari duduknya. Mengambil air minum di kulkas kecil yang terlihat di sudut ruangan.

Ify mengangguk kecil dan mulai membuka satu persatu map itu. Kebanyakan isinya penawaran untuk penanaman modal dan beberapa saham di perusahaan-perusahaan kecil.

“Terus kenapa di kasih ke aku?” Ify menatap Alvin yang duduk kembali di sofa.

Alvin menyesap cappucino dingin yang tadi di ambilnya. “Ini kasusnya sama waktu kakak ada di posisi kamu dulu. Kamu tinggal pelajari yang ada di map itu dan kamu tinggal pilih perusahaan mana yang akan kamu tanamkan modal dan sahamnya.”

“Aku ngerti sekarang. Makasih kakaku yang jelek.” Ify menjulurkan lidahnya dan tertawa pelan. Alvin hanya menanggapinya dengan santai serta tak lupa senyuman kecil menyertainya.

Ify menguncir rambutnya asal-asalan. Lalu mulai mempelajari satu persatu map. Alvin beranjak dari tempatnya ketika dilihatnya Ify yang mulai serius dengan pekerjaannya. Dilangkahkan kakinya menuju dispenser samping kulkas kecil tadi. Alvin tertawa pelan saat mengambil gelas ketika menyadari bahwa semua gelas yang ada di sana berstempel gambar sticht. Alvin segera menuangkan di gelas yang tadi ia ambil.

Alvin menyerahkan segelas air putih ke arah Ify. Ify pun menerimanya dan menegak minuman itu hingga tinggal setengah. Tiba-tiba Ify menepuk keningnya. Diletakannya gelas itu ke meja dan Ify segera mengambil tas sekolahnya yang tadi ia simpan samping meja kerjanya. Ify mengeluarkan beberapa buku dan alat tulisnya.

Alvin menatap Ify heran. “Kenapa Fy?”

“Lupa ngerjain tugas buat besok. Hehe.” Ify segera meletakkan semua yang berkaitan dengan tugas besok di meja kerjanya.

Alvin terlihat geleng-geleng kepala dan tersenyum tipis. “Tugas Apa?”

“Fisika.”

Alvin lalu mendekati Ify yang terlihat serius mengerjakan tugasnya. “Yaudah sini kakak bantuin.”

Ify tersenyum ke arah Alvin lalu mengangguk cepat. “Wah akhirnya ada penyelamat dari kutub utara! Penyelamat penghuni Indonesia.” Ify tertawa membuat otot-otot sekitar mulutnya mengembang, membentuk seringai lucu.

Alvin dengan sigap tanpa pandang bulu langsung menoyor kepala Ify. Membuat keduanya tertawa bersama-sama. Hari sudah menjelang tengah malam, mereka berdua berusaha saling membantu memecahkan soal-soal Fisika di hadapannya. Hingga setelah pekerjaan tugas Ify selesai mereka langsung terlelap. Tidak peduli di mana tempat mereka berada sekarang.

***

Ify sudah terlihat rapih pagi-pagi sekali. Pakaian santai terbalut di tubuhnya. Tak lupa dengan handuk kecil yang tersampir di pundaknya. Disambarnya iPod yang ada di meja dan langsung keluar dari kamar.

Farida terlihat sedang membaca majalah di ruang tamu. Ify segera menuruni tangga dengan buru-buru.

“Mau kemana?” Farida menatap Ify sekilas lalu kembali lagi membaca majalah yang di tangannya.

Ify tersenyum kecil. “Jogging Omma. Ngitarin komplek doang kok.”

Farida mengangguk pelan. Ify yang menangkap sinyal di perbolehkan keluar langsung melesat sebelum Farida berubah pikiran.

Ify berlari-lari kecil dengan earphone yang menggantung di telinganya. Langkahnya terhenti ketika melihat sebuah lapangan kecil di ujung kompleknya. Ify tersenyum dan segera melangkahkan kakinya menuju lapangan itu.

Ify dapat melihat dari jauh seseorang sedang memainkan bola basket. Senyumnya merekah membuat Ify mengeryit heran. Senyuman itu mengingatkan dirinya dengan sahabatnya di Higo School. Dan ketika Ify berjalan lebih dekat perasaan yang dulu menyelinap diam-diam, menggetarkan seluruh tubuhnya terutama hatinya muncul kembali.

“Gabriel..”

Seketika Ify merasa dunianya hidup. Sosok sahabat yang begitu ia rindukan setelah beberapa hari terakhir tidak pernah ketemu dan juga sosok yang menggetarkan jiwa Ify. Dunianya hidup karena Gabriel. Ya hanya sosok itu yang dapat membangkitkan hidup Ify.

Gabriel yang merasa namanya dipanggil langsung membalikkan badannya. Gabriel dapat melihat Ify berdiri tidak jauh di hadapannya. Gabriel melemparkan asal bola basketnya dan berlari menuju Ify.

“Hey cantik!” ucapnya ketika sampai di hadapan Ify. Mengacak rambut Ify.

Ify tersenyum. “Hey!”

Gabriel membawa Ify duduk di pinggir lapangan. Diambilnya sapu tangan dan botol minum lalu di serahkannya ke Ify. Ify pun menerimanya.

“Perlu dibantuin?” Gabriel menggoda Ify dengan sekali-kali menjawil dagu Ify.

“Apaan sih..” sungut Ify.

Gabriel tertawa pelan dan langsung mengambil ahli sapu tangannya. Diusapkannya ke wajah Ify yang berkeringat. Tangannya berhenti mengusap wajah Ify. Ify mengeryit heran menatap pemuda di depannya.

Ify terpaku ketika Gabriel mendekatkan dirinya. Dan ketika semakin dekat Ify berusaha menahan detak jantungnya. Hembusan nafas Gabriel menerpa wajah Ify. Ify sekali lagi harus menahan detak jantungnya yang di batas ambang normal ketika melihat wajah Gabriel sedekat ini.

Ketika Ify mulai memejamkan matanya, Gabriel meringsut mundur. Ify membuka matanya dan dilihatnya Gabriel yang sedang menahan tawa. Tanpa sadar Ify menghela nafas pelan. Dia belum siap kalau untuk itu dengan pemuda di hadapannya ini.

Ify hanya menatap Gabriel dalam diam. Merekam seluruh gerak-gerik Gabriel dalam ingatannya. Sungguh memukau dan menggetarkan hati. Hanya pemuda ini yang dapat menggetarkan jiwanya. Hanya Gabriel, Gabriel, dan Gabriel.

Nama itu tersimpan jelas di hati Ify. Memasang tameng agar nama Gabriel tidak tergantikan dengan yang lain. Ify ingin seperti di sinetron yang selalu merasa bahagia, merasa waktunya terhenti saat ini. Tapi kenyataannya sekarang Gabriel sudah bersama Sivia. Teman kecil yang juga berstatus sebagai pelajar di Higo.

“Lo nggak sama Sivia?” Ify masih menatap Gabriel.

Gabriel meredakan tawanya sebentar. “Sivia lagi beli minuman entaran kesini lagi kok.”

Ify menganggukkan kepalanya dan merebahkan dtubuhnya di pinggir lapangan. Tidak peduli dengan tanah yang akan menempel di bajunya. Ify menatap langit pagi yang cerah. Bayang-bayang Farida yang menyuruhnya menjadi sempurna dan juga bayang-bayang Gabriel serta Sivia di Higo dulu terlintas di benaknya.

Gabriel terdiam menatap Ify. “Lo.. marah Fy?”

“Nggak kok.” Ify tersenyum.

“Maafin yang tadi yah..” Gabriel menatap lembut Ify. Tangannya tergerak merapikan poni Ify yang berjatuhan.

Ify meyingkirkan tangan Gabriel. “Iyaa Gabriel.”

Gabriel mengangguk dan mulai merebahkan tubuhnya mengikuti Ify. Sesaat kemudian Sivia muncul dengan beberapa cemilan dan air minum. Gabriel langsung merubah posisinya menjadi duduk di ikuti dengan Ify.

“Hey Vi. Hehe.” Ucap Ify ketika Sivia sampai di hadapannya.

Sivia langsung menyerahkan bawaannya ke Gabriel dan duduk di depan Ify. Dengan sadis, Sivia menoyor kepala Ify.

“Eh bocah jelek! Kemana aja? Gila nggak ada kabar beberapa hari terakhir ini.” Sivia merengut sebal sambil menggembungkan pipinya ke arah Ify. Gabriel langsung mencubit pipi Sivia yang menjadi sasaran empuknya.

Ify sesaat terdiam melihat Sivia yang malu-malu saat Gabriel mencubit pipinya. Ify buru-buru tertawa walau terdengar hambar.

“Biasa kali Vi. Haha”

Sivia mendelik tajam ke arah Ify dan melepaskan tangan Gabriel di pipinya. “Kemana?”

Ify menghela nafas pelan. “Gue pindah di Frencos.”

-0-0-0-0-0

Gak tau ini feelnya dapet apa engga -_- soalnya aku sendiri ga berasa feelnya -_-v
Butuh komentar juga apa adanya gak papa kok .-. sebagai tolak ukur sejauh mana bisa bikin orang tertarik dengan apa yang aku buat ._.
Thanks yang udah like+komen ;) Part selanjutnya lagi pankapan di posnya ._.v
Tag? Monggo sok komen minta ditag nanti aku tagin ;)

0 komentar:

Posting Komentar

Enjoy your comment! :)