27/04/13

BARBIE GIRL - 5 [FULL RIFY]


BG - 5 [FULL RIFY]

            Mobil yang di kendarai Rio berbelok arah ke Bandar Udara Soekarno Hatta, Jakarta. Ify yang sedari tadi hanya diam kini menengok ke arah Rio dengan wajah yang heran. Rio segera memberhentikan mobilnya di pelataran parkir terminal satu bandara soekarno hatta.

            "Ngapain sih kesini?" Ify menatap Rio yang mulai membuka pintu disampingnya dan segera turun dari mobilnya. Tanpa menjawab pertanyaannya, Rio segera menutup pintu mobil dan berbalik arah ketempat Ify membukakan pintu untuknya.

            "Turun."Suara Rio yang tegas dan terkesan otoriter membuat Ify mau tidak mau menuruti perintahnya. Rio segera mengambil tas punggung milik Ify dan di pindahkan kejok belakang. Ify masih terdiam bingung menatap Rio.

            Lima belas menit menunggu di pelataran parkir tanpa harus berbuat apa-apa membuat Ify sangat jenuh. Tidak ada yang bisa dilakukannya kecuali menatap mobil-mobil yang sejak tadi memasuki area parkir. Sedangkan Rio sedari tadi hanya memainkan handphonenya. Hingga tiba seseorang berbadan tegap dan sedikit berotot menyapa Rio dan membungkukkan badannya ke arahnya. Ify dapat melihat ketika Rio menyerahkan kunci mobilnya dan langsung menghampirinya.

            "Ngapain sih?" Tanya Ify ketika Rio tau-tau sudah ada di hadapannya.

            Rio menarik Ify berjalan memasuki terminal satu. Ify mengeryit heran dan menoleh ke arah belakang.

            "Rio! Mobil lo!" Ucapnya kaget saat melihat mobil Rio mulai pergi keluar area parkiran.

            "Biarin aja."

            Rio semakin mempercepat langkah kakinya sambil tetap menarik Ify yang sedang berusaha menyimbangi langkahnya.

            "Pelanan dikit kek!" Ify masih terus mendumel sepanjang memasuki area terminal satu. Rio tidak memperdulikan ucapan Ify serta tidak mengurangi langkah kakinya yang cepat dan terburu-buru.

***

            Langkah kaki yang berirama menyatu di pijakan lantai walau terdengar buru-buru. Pesawat dengan tujuan Tokyo-Jepang akan berangkat dalam dua puluh menit lagi. Dua remaja yang terlihat saling bergandengan tangan mulai memasuki pintu masuk pesawat.

            Ify tiba-tiba memberhentikan langkahnya dan mulai menarik tangan Rio hingga menghadap ke arahnya. Amarah yang sudah di kuburnya dari tadi mulai mengabur kepermukaan. Ify mengangkat telunjuknya ke arah Rio.

            "LO! GILA!" Suara lantang Ify terdengar keras di telinga Rio.

            Rio menepis telunjuk Ify yang mengarah padanya. Dengan santai Rio menoyor kening Ify pelan."Rileks. Paspor lo udah gue urus semalam. Nggak ada yang harus dikhawatirkan. Omma Farida juga sudah setuju." Ucapnya.

            Ify menggelengkan kepalanya perlahan-lahan menatap Rio tidak habis pikir. Menurutnya ini sudah kelewatan. Mengajak ke Tokyo hanya berdua dengan dirinya yang masih dibalut seragam Frencos? Tanpa sadar Ify mengerang pelan. Sumpah ini berasa gue lagi ngikutin ajang kawin lari, rutuknya dalam hati.

            Tanpa menunggu lebih lama lagi, Rio menarik Ify untuk segera mencari tempat duduk. Orang-orang yang beriringan masuk ke dalam pesawat menatap dua remaja itu ingin tahu. Pertama karena Ify sendiri masih menggunakan seragam sekolah khas Frencos dan juga Rio yang sedang menarik Ify untuk duduk disampingnya.

            Ify duduk dekat jendela bersama Rio disampingnya. Tanpa melirik Rio sedikitpun, Ify mengambil handphone di kantongnya. Mengetik sederet kata untuk meyakinkan apa yang di perbuat Rio padanya.

            To: Kak Alvin
            Kak, tlg tanyain omma dan singgung ttg rio dan tokyo ya. Thanks kak, lovee :*

            Ify membaca lagi deretan kalimat yang di ketiknya baru di tekannya tombol send. Selang beberapa menit handphonenya kembali bergetar. Sebuah pesan masuk dari Alvin, dengan segera Ify langsung membukanya.

            From: Kak Alvin
            Kamu ke tokyo?! Sama Rio?! BERDUA?!!

            Ify menghela nafas pelan membaca balasan dari Alvin. Berarti Rio benar-benar akan membawanya ke Tokyo. Dan Farida tidak pernah memberitahunya tentang hal ini. Apa info seperti ini tidak begitu penting hingga Farida tidak perlu memberitahunya? Ify mengerang pelan.

            Dengan malas, Ify membalas pesan masuk dari Alvin. Setelah terkirim, Ify menonaktifkannya dan dimasukkannya ke dalam tas. Pesawat masih sepuluh menit lagi berangkat. Ify mengedarkan pandangannya. Ia baru sadar bahwa di dalam pesawat ini hanya segelintir orang saja. Kursi penumpang juga hanya terisi seperempat bagian.Lantas yang lain pada kemana? Pikiran itu terus bergerumul di kepala Ify.

            Rio menatap Ify sekilas melalui ekor matanya. Diambilnya headshet beserta iPod miliknya dari dalam tas dan di serahkannya ke Ify. Ify hanya menatap Rio acuh dan mengalihkan pandangannya lagi.

            "Gue pinjemin, siapa tau lo bosen. Perjalanan masih lama tujuh jam supaya bisa sampai Tokyo ditambah dengan transit di Malaysia selama dua jam." Rio melirik Ify sekilas dengan tangan yang masih menyodorkan iPoddan headshetnya.

            "Terus kenapa lo ngajak gue ke Tokyo hm? Mau ngajak gue kawin? Cih." Ify menatap sebal ke arah Rio. Tidak peduli dengan status nama belakangnya Jcousin, Ify terus melontarkan kalimat-kalimat serapah buat Rio yang begitu lancar di ucapkannya.

            Rio tersenyum miring. Didekatkan tubuhnya ke arah Ify hingga Ify tubuhnya tanpa sadar sudah menempel ke arah jendela. "Dengar Nona Alyssa pemilik Entiarsa Corp.." Rio sengaja memberikan jeda yang cukup pada kalimatnya."Gue sama sekali nggak tertarik sama lo. Lo itu masih kalah jauh dengan mantan-mantan gue yang lain. Trust me!" lanjutnya sambil memperlihatkan evil smirknya.

            Ify menjauhkan wajah Rio yang terlalu dekat dengannya. "Dan lo juga harus tau Tuan Rio.." Ify menatap Rio malas. "Lo itu.. nggak lebih baik dari gue. Kenal lo aja bawaannya males." Ify tersenyum miring dan memberikan penekanan di setiap kalimat yang di tujukan buat Rio.

            Rio hanya mengangguk acuh dan mulai memasang seat-belt dengan benar karena pesawat akan lepas landas. Tanpa menghiraukan Ify yang masih menatapnya dengan senyum meremehkan, Rio malah memasang headshet di kedua telinganya. Menyetel lagu-lagu klasik yang dalam waktu sedetik bisa memberikan ketenangan pada dirinya.

            Ify mendengus sebal menatap Rio yang sudah asik dengan dunianya sendiri. Dengan segera di pasangnya seat-belt mengikuti Rio yang sudah terlebih dahulu. Lima menit kemudian pesawat yang ditumpangi olehnya sudah lepas landas. Ify segera menyenderkan tubuhnya pada kursi dan mulai memejamkan matanya berusaha merilekskan pikirannya yang suntuk.

***

            Jangka waktu tidur yang sudah dirasa cukup membuat Ify menggeliat kecil dan mulai membuka matanya. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Rio dengan iPodnya. Diedarkan pandangannya ke segela arah tapi kosong. Ify mengeryit heran.

            "Udah bangun?" Ify tersentak kaget saat Rio tiba-tiba mengeluarkan suara baritonnya. Ify mengagguk pelan sambil menatap Rio.

            Rio segera merapikan barang bawaannya dan menaruh iPod di kantongnya."Ini lagi transit di Malaysia selama dua jam. Kita cari baju dulu nggak enak juga ngeliat lo pakai baju gituan." Ujarnya sambil beranjak dari tempatnya.

            "Itu juga gara-gara elo kan yang bawa gue kesini.." dumel Ify sambil beranjak mendahului Rio yang berada di belakangnya. Rio tersenyum kecil dan mengikuti Ify untuk keluar dari pesawat ini.

            Ketika sampai diluar dan masih sekitar Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur, Rio langsung mengajak Ify mencari pakaian yang cocok ketika tiba di Tokyo nanti. Kebetulan Banda Udara ini mempunyai fasilitas hampir seperti Mall walaupun versi kecilnya. Tidak terasa satu jam sudah berlalu. Ify sendiri sudah tidak mengenakan seragam Frencos lagi. Sebuah tas kecil tersampir di pinggangnya dengan dua tentengan kresek di tangan kanannya yang baru di belinya tadi.

            “Yo makan dulu yuk!.” Ify menatap ke arah Rio.

            Rio mengangguk kecil dan menarik tangan kiri Ify hingga berada disampingnya. Lalu berjalan masuk menuju restaurant kecil yang masih berada di lingkup bandar udara ini. Mencari tempat duduk yang strategis. Strategis dalam artian bisa melihat pemandangan keluar bandar udara dan tidak dekat dengan laluan orang-orang yang berjalan kesana-kemari di dalam restaurant.

            Ify memakan pesanannya dalam diam. Sambil sibuk memandangi orang-orang yang mulai memasuki restaurant ini. Dan ketika pandangannya bertemu dengan Rio yang menatapnya dalam, Ify mengeryit heran. Dan tanpa berfikir lama Ify segera melengos, mengalihkan pandangannya agar tidak betatap muka dengan Rio saat ini.

            ***

            Rio bangun dari tidurnya ketika mendengar intercom pesawat yang mengatakan sebentar lagi akan tiba di Tokyo. Matanya melirik kearah Ify yang sibuk membaca buku yang sempat dibelinya tadi. Dan sesaat Rio baru sadar pakaian Ify sudah berganti kembali. Pakaian musim dingin sudah dipakai lengkap di tubuhnya mulai dari sepatu, sarung tangan hingga penutup telinga.

            “Dari pada lo ngeliatin gue. Mending lo pakai sarung tangan dan sepatu musim dingin lo.” 

            Dengan segera Rio mengalihkan pandangannya untuk tidak menatap Ify. Sejujurnya saat ini jantungnya berdegup tak karuan mengingat ketangkap basah saat suara Ify menganggetkannya.

            Ify menutup buku yang dibacanya dan menoleh ke arah Rio yang sibuk mengganti sepatunya. Dimasukkannya buku tersebut ke dalam tas selempangnya. Tangannya tergerak memasang seat-belt karena pesawat akan segera landing.

            Berbagai pertanyaan seputar kenapa Rio mengajaknya ke Tokyo dan yang terpenting kenapa Rio mentapnya begitu dalam terus memenuhi pikiran Ify. Ify menghela nafas kasar.

            Rio melirik Ify sambil memasang seat-beltnya. “Lo kenapa?”

            “Ha? Gue?” Ify menunjuk dirinya sendiri. Ketika melihat Rio menganggukkan kepalanya, Ify menggeleng kepalanya. “Gue nggak kenapa-kenapa.”

            Rio mengangguk kecil. Keduanya mulai bersiap-siap merapikan bawaanya dan duduk dengan tenang di kursi masing-masing. Pesawat akhirnya mendarat dengan sempurna di landasan pacu Banda Udara Internasional Narita, Tokyo.

            ***

            Hal yang pertama kali menyambut kedatangan mereka saat berada di Tokyo adalah suhu udara dibawah minus tiga belas derajat celcius. Pakaian musim salju hinga tiga lapis tidak urung membuat suhu yang dingin menerpa tulung rusuk mereka. Suhu udara yang sangat dingin ini membuat pakaian double yang mereka kenakan tidak ada apa-apanya.

            Rio memberhentikan taksi dan mulai menarik pintu belakang. Ify segera masuk duluan dan di ikuti oleh Rio. Ify melihat Rio yang berbicara bahasa jepang untuk mengantarkan mereka ke hotel yang akan di tempatinya.

            Bagi pemegang perusahaan diluar Indonesia mereka harus bisa menguasai selain bahasa tanah air dan bahasa inggris. Karena itu sebagai penentu untuk membangun perusahaan di luar negeri.

            Walau masih baru memasuki dunia perbinisan, Ify sudah mengerti bentuk-bentuk peraturaan untuk membangun perusahaan di luar negeri. Dari kecil ketika mulai belajar berbicara Ify memang sudah di arahkan ketika besar nanti masuk dunia perbinisan. Oleh karena itu hingga kini Ify sudah bisa menguasai berbagai bahasa di eropa maupun asia. Hanya segelintir orang yang tahu dirinya mempunyai kemampuan berbicara berbagai bahasa asing.

            Perjalanan menuju hotel ditempuh dengan waktu dua puluh menit. Sesampainya disana Ify segera turun terlebih dahulu dengan membawa tas kecil dan kantong kreseknya. Rio turun setelah sebelumnya memberikan tip ke sopir taksi dan mengucapkan terima kasih.

            “Sampai kapan disini?” Ify menoleh ke arah Rio.

            “Seminggulah. Ini kunci kamar lo. Kalau ada apa-apa kasih tau langsung ke gue, kamar gue tepat di depan kamar lo.” Rio memberikan kunci kamar ke arah Ify.

            Ify menatap Rio malas. “Seminggu? Oh damn. Pakai-pakaian gue? Masa gue seminggu cuma pakai satu pakaian? You’re crazy..” Tangannya mengambil kunci kamar dari tangan Rio.

            “Dari pada lo cuma ngedumel mending lo cek kamar lo dulu baru setelah itu seterah lo mau ngomel kek. I don’t care!” Rio meninggalkan Ify sendiri di luar hotel dan berjalan masuk ke dalam hotel.

            “Kamar 240. Err..” Ify mengerang dalam hati sambil melihat nomor kunci kamarnya. Segera beranjak dari tempatnya berdiri dan mulai mencari kamar dengan nomor itu.

***

            Dua koper besar yang berisikan baju-baju musim dingin terlihat di sudut kamar. Laptop, iPad serta chargernya dan beberapa berkas terletak di meja. Ify meneliti semua barang-barang yang ternyata adalah milknya. Rio memang sudah mempersiapkan kepergiaan ke Tokyo ini. Semua benda-benda berharga miliknya yang tidak sempat dibawanya karena kepergian yang mendadak sudah berada kamar hotelnya.

            If ymenyalakan penghangat ruangan dan segera mengecas handphone miliknya. Ia menarik kursi dan mendudukinya. Membuka berkas-berkas yang ada di meja. Dan sesaat Ify terhenyak melihat berkas itu. Berkas milik Perusahaan Haling Corp.

            Ketukan dipintu membuat Ify mengalihkan pikirannya sebentar. Rio bersandar di samping pintu ketika pintu itu terbuka.

            “Lo udah liat berkas itu?” Rio melihat ke arah Ify yang sedang membuka berkas-berka situ.

            “Ada masalah apa?” Ify menatap Rio sambil menunjukkan berkas yang ada di tangannya.

            “Mending lo istirahat dulu. Tiga jam lagi gue balik ke sini ada yang mau gue bicarain.” Rio menghela nafas pelan. Lalu mulai keluar dari kamar Ify.

            Ify menatap punggung Rio yang mengilang di balik pintu dan mengalihkan pandangannya kembali menuju berkas di tangannya. Kini pikirannya hanya terfokus pada berkas perusahaan yang setengah sahamnya sudah menjadi miliknya, Haling Corp.

            Waktu tiga jam itu di manfaatkan Ify sebaik-baiknya untuk mempelajari apa yang salah dari berkas itu. Ia tidak bisa meninggalkan masalah ini hanya untuk menjernihkan pikirannya.

            Tidak ada kata istirahat untuk hal semacam ini.

            Kata-kata itu menjadi tiang penyangga hingga Ify dapat menahan disetiap kantuknya. Tiga jam berlalu Ify masih tidak menemukan masalah dalam berkas-berkas itu. Ify segera beranjak dari duduknya. Merilekskan otot-ototnya yang tegang karena sedari tadi tidak beranjak dari duduknya.

            Ify mengambil baju formalnya di koper dan berlalu menuju kamar mandi. Tadi Rio mengirim pesan padanya untuk memakai pakaian formal ketika bertemu nanti. Setelah mandi dan sudah berganti pakaian formal, Ify melirik setumpukan berkas yang berderai di meja kamarnya.

            Masih dengan penasaran karena tidak kunjung menempukan jawaban, Ify di sela-sela menunggu Rio kembali berkutat dengan berkas itu lagi. Mencoba lebih teliti lagi dalam membandingkan berkas yang satu dengan berkas yang lainnya.

            Rio masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dilihatnya Ify yang serius meneliti berkas-berkas milik perusahaannya. “Udah siap?” Rio melirik jam dinding dikamar hotel Ify.

            Ify menoleh ke arah Rio. “Udah.”

            Rio melenggang keluar di ikuti Ify sambil membawa berkas yang di bacanya. Ify melirik Rio yang menggunakan kemeja biru yang di gulung sesiku serta celana bahan hitam. Membuat terlihat manis bagi siapa saja yang menatapnya.

            Walau tidak rela mengakuinya, Rio kali ini memang terlihat sangat manis. Senyumnya yang menawan dengan pakaian yang simple. Membuat Ify merasakan degupan jantungnya yang berdetak kencang saat berada di sampingnya.

            Keduanya memasuki ruang rapat yang ada di lobby utama hotel. Ify mengeryit heran melihat orang-orang yang mengikuti rapat adalah orang-orang yang satu pesawat dengannya.

            Gotcha! Ifytersenyum miring dan duduk di hadapan Rio. Sedangkan Rio mulai membuka rapatini.

            “Baiklah. Pertama-pertama saya mau mengenalkan seseorang. Yang duduk di depan saya adalah Alyssa Saufika. Pemilik setengah saham perusahaan Haling Corp. Untuk itu mari beri tepuk tangan yang meriah.”

            Ify tersenyum kecil melihat orang-orang bertepuk tangan ke arahnya. “Terima kasih atas sanjungannya. Kali ini saya yang akan memimpin rapat.”

            Ify membuka berkas yang dibawanya. “Perusahaan Ortez  adalah cabang perusahaan Haling yang ada diTokyo. Saya nggak tahu kenapa bisa pengeluaran dana yang harusnya bisa dikendalikan malah membuat perusahaan ini hampir bangkrut.” Ify tersenyum miring menatap semua mata yang tertuju kearahnya.

            Pandangan Ify mengarah ke arah Rio. “Orang belakang yang mengalihkan dananya ke perusahaan yang sedang dibangunnya. Cih. Tangan-tangan kotor tidak berguna.” Ify menatap tajam ke arah Rio.

            “Besok semua karyawan yang ada di Ortez harap berkumpul di gedung Tripot. Akan ada sistem penyisihan kerja. Siapkan semuanya. Dan jangan sampai media mengetahui kabar ini.”

            Suara tegas Ify memenuhi sudut ruangan. Semua yang hadir dalam rapat merenggut takut. Tegas dan otoriter. Dua kata yang mungkin mewakili sifat Ify saat rapat berlangsung hari ini.

            Rio mentap Ify sekilas. Lalu mengalihkan pandangannya pada berkas yang ada di meja. “Saya nggak mau ada kabar bahwa besok wartawan hadir di depan gedung Tripot maupun Ortez. Kerjakan tugas kalian dengan baik. Saya juga nggak mau hal semacam ini bisa membuat Ortez mengalami kemunduran dan mengancam nama baik Haling Corp.”

            Ify mengangguk kecil. “Rapat kita akhiri sampai disini. Terima kasih atas partisipasinya.”

            Semua orang meninggalkan rapat kecuali Rio dan Ify. Ify masih menatap tajam Rio sedangkan dirinya cuma tersenyum kecil menatap Ify.

            “Gue nggak tahu kenapa bisa orang kayak lo mimpin perusahaan Haling kalo masalah ini aja nggak bisa beresin.” Ify mencibir ke arah Rio.

            “Buat apa gue ngelakuin sendiri kalo pemilik perusahaan Haling ada dua orang?” Rio tersenyum kecil sambil memainkan pulpen di tangannya.

            “Cih. Begonya gue mau ngikut lo aja kesini.” Ify tersenyum miring.

            “Yah lumayanlah buat orang semacam anak bawang kayak lo. Hebat bisa tahu permasalahannya tanpa gue kasih tahu dulu.” Rio bertepuk tangan pelan kearah Ify.

            Ify melengos ke arah Rio. “Tiga jam gue melajarin berkas yang ada di hotel dan baru tahu tepat saat lo dateng ke kamar. Sampai ketemu besok aja lah. Awas aja anak buah lo kerja nggak becus. Siap-siap meninggalkan Ortez.” Ify bangkit dari duduknya sambil membawa berkas-berkasnya.

            Rio mengikuti Ify dan berjalan berdampingan. “Semoga identitas lo juga nggak ketahuan yah.” Rio menggerling ke arah Ify lalu berjalan mendahuluinya.

            Ify memberhentikan langkahnya saat Rio mengatakan seperti itu. Jantungnya berdegup lebih cepat. Bukan.. Bukan karena berada di dekat Rio. Tapi karena ada sesuatu yang tidak boleh orang-orang tahu mengenai siapa dia sesungguhnya. Terlebih lagi kalau media tahu akan dirinya. Tamatlah riwayatnya..



-0-0-0-0-0-

Gimanaa? Full Rify kan? ehehe. Maap lama ngepostnya ._.v Cuma berharap ini part ngefeel dan nggak mengecewakan :)

Minta komennya juga biar tahu kekurangannya dimana :) Makasih yang masih mau baca cerita ini :D Maap juga kalo banyak typo hehe

Cheers!



@Lcoaster17


0 komentar:

Posting Komentar

Enjoy your comment! :)