cover by MissAzmatoART |
Title :
Show Me Your Love [2/3]
Main Cast :
Ify Alyssa, Mario Stevano, Sivia Azizah
Genre :
Romance, Angst
DC:
"Ketika cinta menunjukkan yang sebenarnya.."
Previous/Next Part :
***
Di ujung koridor terlihat Ify sedang menatap dua pasang mata yang sedang bermain basket. Entah kenapa hatinya berdenyut nyeri melihat pemandangan tersebut. Sudah sebulan semenjak kedatangan Sivia sebagai anak baru di kelas Rio, membuat Rio mulai menjauh secara perlahan darinya.
Sekeras apapun Ify membantah logikanya, kenyataannya tetap pada Rio sudah tidak seperti dulu. Rio berubah. Rio bukannya lagi Rionya Ify. Tapi walaupun begitu Ify tetap berharap bahwa logikanya yang salah. Ia masih mempercayai hati Rio yang masih untuknya.
Dengan memaksakan senyum, Ify mulai berjalan kearah Rio yang masih berdiri di tengah lapangan bersama Sivia sambil membawa satu botol air.
“Hei Lek!”
Rio merasakan ada yang menarik-narik baju latihannya. Kemudian Rio langsung berbalik arah menghadap seseorang yang saat ini tersenyum menyebalkan kearahnya.
Sivia tersenyum kecil menatap Rio. “Yo thanks ya! Gue duluan.” Ucapnya lalu ia segera berbalik ke kelas setelah melihat Rio menganggukkan kepalanya.
Kini pandangan Rio berbalik menuju Ify. Ia mengamati Ify dengan jelas lalu kembali berucap. “Apaan sih Fy. Aku kan bukan ondel-ondel yang bisa kamu tarik-tarik bajunya kayak anak kecil.”
Rio tersenyum mengejek kearah Ify dengan di iringi kekehan kecil dibelakangnya.
“Diem deh Lek nggak usah mulai. Capek nih..”
Rio mendengus sebal. “Yang seharusnya capek kan aku.. Dari tadi main basket di tengah siang gini. Lah kamu mah enak Cuma berdiri diujung koridor, nggak panas-panasan.”
“Suka-suka deh Lek..” cibir Ify walaupun dalam hati ia masih bertanya-tanya kenapa Rio bisa tahu sedari tadi ia menontonnya bermain basket bersama Sivia di koridor.
“Nih buat kamu. Minumnya pelan-pelan. Jangan kayak orang yang liat majalah playboy deh. Pengennya cepat-cepat aja.” Lanjutnya lagi dengan tawa yang menggelegak diakhir kalimatnya.
Rio mengambil botoh minum yang tadi diserahkan Ify kepadanya. Ia langsung menegak hingga tersisa setengah. “Songong banget ya sekarang kamu ihh.” Rio langsung mencubit hidung mungil Ify dengan gemas.
“Lagian kalau liat majalah itu yang ada juga lambat-lambat liatnya. Kalau cepat nggak bisa dinikmati tau haha.”
“Oh jadi kamu sering liat majalah kaya gitu.. Aku bilangin mama Manda ya. Awas kamu..” Ify mengerucut sebal menatap Rio.
“Dasar anak ayam.. Kamu kenal aku berapa lama memangnya? Seminggu? Sebulan? Setahun? Kita udah bertahun-tahun. Sepuluh tahun nggak cukup ya kamu kenal aku..” Rio menatap Ify dalam.
Ify menghela nafas pelan. Ia mengambil botol air yang ada di tangan Rio tadi. Dibukanya botol itu dan di tuangkan di tangan kirinya. Lalu kakinya melangkah mendekati Rio hingga sepatunya saling berujung teratuk di depan sepatu Rio.
“Aku mengenal kamu lebih dari apapun. Lebih dari diri aku sendiri. Aku pernah bilang.. sekali kamu meragukan aku maka semua cinta yang aku berikan kepada kamu berkurang satu persen dari seratus persen yang kamu miliki.” Ify menunjukkan senyum manisnya kepada Rio.
Tangan yang tadi dituangkan air, dibasuhkan di atas rambut Rio yang berantakan. Ia lalu membetulkan bentuknya hingga rapih kembali dengan air yang dibahasi di rambutnya. Setelah selesai, Ify memundurkan langkahnya seperti awal tadi sebelum beranjak mendekat kearah Rio.
Melihat Rio seperti ini membuat hatinya lega. Ia selalu suka dengan Rio yang rapih terutama dengan rambutnya. Karena seseorang yang rapih menunjukkan cermin dirinya bagaimana ia bersikap dalam kesehariannya.
“Entah kamu ingat atau engga.. tapi aku selalu nggak suka ngeliat kamu berantakan.” Entah kenapa saat-saat seperti ini yang membuat harinya berdenyit sakit. “Rio yang selalu rapih itu.. Rionya aku.” Ify tersenyum kecil.
Rio terpaku sedari tadi sejak Ify mendekat kepadanya. Entah kenapa bibirnya kelu dan tidak bisa mengatakan sepatah katapun kepada Ify. Ia salah.. Lagi-lagi salah..
Batinnya terus berteriak memohon maaf. Apalagi setelah melihat Ify berbalik arah dan mulai beranjak dari tempatnya.
Lo bodoh Rio.. bodoh banget. Bego. Tolol. Argh Rio kenapa sih lo bego banget..
***
Tiga puluh menit dari jam bel pulang sekolah telah berlalu. Tapi Ify masih setia menunggu Rio di depan kelasnya. Ia kali ini berniat untuk pulang bareng bersama Rio. Sudah sebulan tapi ketika pulang bareng bersama Rio bisa dihitung pakai jari. Mungkin sekitar tiga atau empat kali ya, pikirnya.
Ify bersandar di dinding yang langsung mengarah ke bagian meja Rio. Ify tersenyum girang saat guru yang berada di kelas Rio tadi menutup pelajarannya dan kemudian keluar dari kelas disusul oleh teman sekelas Rio lainnya.
“Rio.” Ify melambaikan tangannya ketika melihat Rio yang keluar berbarengan dengan Sivia.
“Hey Fy.” Rio tersenyum kecil dan dengan segera menghampiri Ify.
“Pulang bareng yuk. Tapi mampir dulu ya beli ice cream. Udah lama nggak kesana soalnya hehe.” Ify mulai menggandeng Rio untuk berjalan menuju parkiran.
Rio hanya menatap tangan Ify yang ada pergelangan tangan kirinya. Kemudian ia melepaskan tangan Ify dengan pelan. Sedangkan Ify hanya menatap dalam diam tangannya yang di lepaskan oleh Rio. Matanya beralih menatap Rio dalam. Mencoba memahami apa yang sebenarnya Pria itu inginkan.
Rio membalas menatap Ify. “Sorry. Tapi hari ini nggak bisa Fy.”
“Kenapa?” Ify hanya berujar lirih. Ify merasakan sakit yang kesekian kalinya saat menerima penolakan Rio yang secara terang-terangan di depannya.
“Aku udah janji mau ketemu mamanya Sivia. Makanya hari ini aku pulang bareng sama dia.” Rio kembali berujar pelan.
Ify memaksakan senyumnya. “Sudah sedekat apa hubungan kamu dengan Sivia, Yo? Bahkan mama Sivia udah minta ketemu sama kamu.”
Rio hanya berdiam diri. Sedangkan jauh dari pandangan mereka, Sivia tengah menatap mereka dengan gelengan kepala.
“Udah ya Fy. Sivia udah nunggu soalnya. Sekali lagi maaf ya.” Rio mengusap lembut puncak kepala Ify dan langsung berlari kearah Sivia yang tersenyum kearahnya.
Ify menyentuh puncak kepalanya yang disentuh Rio. Kemudian pandangannya beralih menatap kepergian Rio dan Sivia. Ify sendiri bisa melihat adanya canda dan tawa mereka dalam perjalanan menuju parkiran karena bahu mereka yang bergerak naik turun. Dan juga Rio yang sesekali menoleh kearah Sivia sambil tersenyum.
Bahkan aku sekarang ragu.. kamu Rionya aku atau bukan..
***
“Yo..” Sivia menghampiri Rio yang duduk terdiam di sofa rumahnya setelah bertemu dengan mamanya.
“Muka lo suntuk banget. Males banget gue liatnya.” Lanjutnya sambil duduk di sebelah Rio.
“Nggak. Lagi males aja.” Rio tersenyum kecil. Tangannya tergerak untuk mengacak rambut Sivia pelan.
Sivia menaruh kepalanya di pundak Rio. Pandangannya menatap Rio dalam. Entah kenapa hatinya merasa tidak yakin akan hal ini.
“Lo nggak nyesel kan?
Rio menghembuskan nafasnya pelan. “Gue selalu berharap nggak pernah nyesal akan hal ini.” Matanya langsung beralih menatap Sivia dan tersenyum kecil.
“Semoga haha. Gue tau kok lo kayak gimana.” Sivia tersenyum lalu mengambil minuman yang tadi sudah dibuatkan oleh mamanya di atas meja.
“Mau?”
Rio mengangguk dan mengambil minuman di tangan Sivia. Nggak tau kenapa tiba-tiba mereka tertawa bersama. Semua aliran cerita dari SIvia ataupun Rio mengalir dari mulut. Membagi kebahagiaan yang mereka punya untuk diceritakan dan didengarkan bersama-sama.
Terkadang ada sesuatu yang nggak harus kamu tau. Seperti saat ini. Ketika saatnya tiba baru aku akan menunjukkan apa yang terjadi sebenarnya..
***
Hari minggu pagi digunakan Ify untuk berolahraga. Jogging di tempat biasa ia dan Rio lakukan. Tapi untuk saat ini dan untuk pertama kalinya Ify merasa sia-sia saja mengajak Rio karena ujung-ujungnya juga Rio nggak akan menemaninya dengan berbagai alasan.
Rio yang sekarang bukan Rionya aku. Dia berubah. Dia tidak lagi sama.
Setelah mulai lelah akhirnya Ify duduk dibangku taman. Ia membuka tas kecil yang tersampir di pinggangnya untuk mengambil air minum yang sudah ia sediakan dari rumah. Tangan kanannya mengelap peluh yang menetes di dahinya hingga pipi dengan sapu tangan.
“Fy disini juga?”
Tangan Ify terhenti saat ingin membuka tutup botol. Ia menoleh kearah samping untuk melihat siapa yang memanggilnya.
Sesaat Ify merasa seperti dihantam batu untuk kesekian kalinya. Dan kali ini ia lihat dengan jelas Sivia memanggilnya. Rio yang ada disamping Siviapun hanya tersenyum.
Tanpa menghiraukan pertanyaan SIvia tadi, ia kini menatap Rio sebagai gantinya. “Kamu Jogging?” Ify tersenyum lirih. “Sama kak Via, berdua?” lanjutnya di ikuti dengan tawa hambar darinya.
Rio yang tadi sepenuhnya tersenyum kini hanya datar menatap Ify. “Kamu nggak ngajak aku. Kebetulan Sivia ngajak yaudah bareng. Nggak taunya ketemu kamu disini.”
“Bahkan kamu sekarang aja nyalahin aku.. Aku nggak ngajak kamu karena aku selalu tau jawaban kamu. Kamu nggak akan mau Yo.”
Rio berdecak sebal. “Entah kenapa, aku ngerasa kamu sok tau banget. Jelas-jelas kamu belum ngajak aku. Dari mana kamu bisa nyimpulin sesuatu seperti itu.”
Ify mengeratkan pegangan pada botol minumnya. “Kamu berubah. Kamu bukan Rionya aku lagi. Aku ngerasa kamu udah mulai ngejauh dari aku.”
“Aku nggak suka sama sifat kamu yang satu ini. Kamu harusnya udah dewasa bukan kayak anak kecil lagi Fy.” Rio mengalihkan pandangannya dari Ify.
Sivia hanya menatap Rio sekilas lalu menghela nafas pelan. Hatinya mulai berdenyut sakit ketika melihat Ify yang duduk terpuruk mendengar kalimat Rio.
“Aku anak kecil?” Ify tertawa hambar.
“Iya! Kamu. Semua kelakuan kamu. Aku capek kalau kamu kayak gini terus.” Rio mengepalkan kepalan tangannya.
Ify berdiri dari duduknya. “Kalau gitu, kamu belum mengenal aku Yo. Lantas apa gunanya hari-hari yang telah kita jalani bareng-bareng hingga sepuluh tahun tapi kamu masih belum mengenal aku?”
“Kamu capek? Terus apa kabar aku yang semenjak kak Sivia jadi anak baru dikelas kamu, terus kamunya setiap kali aku ajak kemana nggak pernah bisa. Tiba-tiba kamu ngejauh dari aku. Kamu lebih peduli sama SIvia dibanding aku Yo.”
“Apa aku bilang.. kamu masih egois. Nggak pernah bisa dewasa.” Rio menghela nafas pelan.
“Aku mau kita putus Fy. Aku capek kalau harus ngadepin kamu kaya gini terus.”
Setelah berbicara seperti itu, Rio menarik Sivia untuk pergi dari hadapan Ify yang hanya berdiri mematung setelah mendengar kalimat yang menurutnya sakral.
Tanpa sadar air mata dari pipi Ify menetes. Membasahi kedua pipinya. Hatinya berdetak tak karuan. Rasa sakit itu masih sama hanya kini berbeda detakan yang semakin tinggi hingga ia nyaris ingin mati.
Pada akhirnya cuma aku yang mertahanin kamu. Dan ternyata waktu sebulan itu cukup buat kamu melepaskan diri dari aku..
***
Rio menarik nafas dalam. Ia bisa melihat mata itu.. menatapnya sedih. Mengingat hal itu membuatnya mengacak rambutnya frustasi. Sedangkan Sivia yang duduk disampingnya menatap jengkel Rio.
“Dari awal gue udah pernah bilang. Akhirnya lo nyesel kan..” Sivia menarik kedua tangan Rio dan digenggamnya erat.
“Kalau lo emang nggak yakin. Kita akhiri aja Yo. Dan lo bisa balik ke Ify mumpung masih sempat.” Sivia tersenyum kecil.
“Nggak bisa. Gue dari awal udah milih lo. Nggak bisa.. Udah terjadi..” Rio menatap lirih Sivia.
Sivia menarik kepala Rio ke bahunya. Dipeluknya Rio erat, memisahkan jarak yang ada diantara mereka.JIka Rio bisa maka ia juga harus bisa, batinnya.
Deringan handphone dari saku Rio membuat mereka kembali ke posisi normal seperti tadi. Tulisan mama tertera dari layarnya yang berkelap-kelip. Nggak lama kemudian Rio segera mengangkat telepon.
Sivia membuka minuman yang baru dibelinya lalu ia tegak minuman itu hingga tersisa setengah. Matanya beralih kearah Rio yang menerima telepon dengan raut tidak terbaca. Perubahan air muka Rio yang mendadak membuat Sivia mengeryit heran.
“Vi..”
Tiba-tiba Rio sudah berdiri dari duduknya dan memandang Sivia lirih setelah panggilan dari handphonenya selesai.
Sivia bergedik menatap Rio. “Lo kenapa?”
Rio merasa tenggorokkannya kering sehingga ia merasa sulit untuk mengatakan yang sejujunya kepada Sivia. Dengan terbata-bata Rio mengucapkan kalimat yang membuat Sivia ikut berdiri dengan sekali sentakan.
“Dia.. Diaa..” Rio berdiam sebentar untuk menjernihkan pikirannya. Kemudian ia kembali melanjutkan perkataannya yang sempat tertunda.
“Ify.. Ify kecelakaan Vi...”
***
Yap selesai juga chapter 2of3 akhirnya ehehe. Seperti yang aku bilang sebelumnya, InsyaAllah tahun baru kelar kan tinggal satu chapter lagi hehe :)) Dan chapter terakhir insyaAllah besok ya aku ngepostnya. Thanks yang udah baca hehe ^^
@Lcoaster17
0 komentar:
Posting Komentar
Enjoy your comment! :)